blank
Oleh para pedagang yang berjualan di Pasar Gede Surakarta, komoditas Teh Solo dijajakan di sudut strategis bagian depan. Harapannya, agar mudah dikenali dan laris dibeli pengunjung pasar.(SB/Bambang Pur)

SOLO (SUARABARU.ID) – Ini khabar yang perlu direspon oleh para penggemar minuman teh. Di Pasar Gede Surakarta, kini banyak dijajakan komiditas Teh Solo. Yakni kemasan dari berbagai merk (ada 6 merk teh), yang menawarkan cita rasa lain dari biasanya.

Yakni cita rasa Sedep Sepet (SS) dan Sedep Sepet Manteb (SSM).
”Kalau yang SS harganya Rp 20 ribu. Tapi kalau yang SSM dijual Rp 25 ribu per kemasan,” ujar Tanti, menawarkan dagangan Teh Solo yang dijajakan di lantai bawah pasar tradisional yang legendaris di Kota Bengawan tersebut.

Kata Tanti, nanti setelah tiba di rumah silahkan dicampur sendiri, baru kemudian dipakai untuk membuat minuman teh. Enam merk teh yang dikemas dengan sebutan populer Teh Solo tersebut, ada yang memadukan aneka merk seperti Teh Dandang (bungkus warna hijau tua), Gopek, Sintren, Sanga-sanga (999), Teh Gardu dan Teh Cangkir.

Ada pula kemasan yang memadukan Teh Dandang (bungkus warna hijau muda), Teh Jawa, Teh Enak, Teh Sanga-sanga (999), Teh Sepeda Balap dan Teh Kepala Jenggot. Kompisi jenis teh yang dipadukan dalam kemasan Teh Solo, memiliki beda harga karena terkait dengan cita rasa kategori SS dan SSM.

Seorang rekan di Kota Solo yang pernah mengajak saya minum di lapak tenda Pedagang Kaki Lima (PKL) Warung HIK (Hidangan Istimewa Kampung), berujar dengan nada promotif: ”Ukuran enak tidaknya Warung HIK, ikut ditentukan pada cita rasa menu minuman teh-nya.”

Pedagang Warung HIK, menjadi pelopor yang berinisiatif memadukan aneka merk untuk sajian minuman teh yang lain dari kebiasannya. ”Dioplos paling tidak dari tiga jenis merk,” ujar Pak Man, salah seorang pedagang HIK yang tidak pernah sepi dari pembeli.

Cina Jepang

Alasannya, masing-masing merk teh memiliki keunggulan rasa sendiri-sendiri. Ada teh yang memberikan warna kental, aroma wangi, rasa sedep, sepet dan lain-lain. Jadi, tambah Pak Man HIK, tidak dapat hanya mengandalkan satu merk saja.

Wartawan Bambang Pur yang pernah dua kali menjalani tugas jurnalis ke Cina, mendapatkan informasi bahwa bangsa Tionghoa telah lama memiliki budaya ritual minum teh. Ritual minum teh di Negeri Panda, ini dikenal sejak 3.000 tahun sebelum Masehi (SM), yaitu pada Zaman Kaisar She Nung berkuasa.

Masyarakat Tionghoa, menyebutkan Chabai untuk jamuan minum teh. Ini dilakukan untuk menghormati orang tua dan mertua dari kedua pihak mempelai. Juga dijadikan sarana bersilahturahmi antarkedua keluarga (dengan pihak Besan) dan untuk merayakan Imlek.

Budaya minum teh berlanjut di Jepang sejak masa Kamakaru (1192 – 1333) oleh pengikut Zen. Tujuan minum teh, agar mendapatkan kesegaran tubuh selama melakukan meditasi yang biasa mereka lakukan berjam-jam. Tradisi minum teh, menjadi bagian dari upacara ritual Zen. Upacara minum teh di Negeri Matahari Terbit, dikenal sebagai Chanoyu atau Sado.

Sejak dulu, masyarakat Tionghoa meyakini khasiat teh dapat menetralisasi kadar lemak dalam darah. Dipercaya, minum teh juga dapat melancarkan buang air seni, menghambat diare dan manfaat kegunaan lain untuk kesehatan tubuh.

Teh masih banyak dikonsumsi secara rutin oleh masyarakat, baik dalam acara santai maupun acara resmi resepsi saat menjadi para tamu di pesta perhelatan. Selain menjadi minuman yang disukai umum, teh juga digunakan sebagai minuman tradisional, juga dipercaya untuk pengobatan.
Bambang Pur