“Kalau Rumah Kedelai Grobogan itu termasuk inovasi yang diresmikan bupati Grobogan. Sifatnya original dan didanai lewat APBD kabupaten Grobogan,” ujar Sunanto.

Rumah Kedelai Grobogan memberikan pelayanan kepada masyarakat, akademisi, hingga praktisi yang belajar budi daya kedelai hingga pengolahan maupun pemasaran.

Kelebihan yang dipergunakan RKG yakni benih lokal dengan nama Varietas Grobogan. “Di sini kami mengembangkan bibit varietas Grobogan label putih dan kuning dan kita sebarkan ke penangkar yang lain menjadi benih label ungu. Selanjutnya dijual ke masyarakat dalam bentuk label biru ” ujarnya.

Inovasi kedua yakni RAT Hunter, yang merupakan inovasi memperbanyak burung hantu secara alami. Para petani di Grobogan berinovasi membuat kandang burung hantu di sawah. Saat ini ada 1.437 unit.

Dari total itu, Dinas Pertanian Grobogan membantu 422 unit. Sementara, dana desa 347 unit dan swadaya 668 unit. “Kalau setiap rumah ada dua, brarti populasi burung hantu yang ada 2.800-an,” tambah Sunanto.

Pihaknya menjelaskan, populasi burung hantu di Grobogan ini berdampak pengendalian hama tikus yang berlangsung efektif. Dalam semalam, burung hantu bisa membunuh 10 ekor tikus di area persawahan.

Hingga akhirnya, daerah dan sawah yang telah ada rumah-rumah burung hantu, minim hama tikus. “Daerah-daerah yang pengendalian hama efektif karena sudah banyak burung hantu misalnya seperti Desa Trisari, Ngroto, Rajek, Harjowinangun dan Grobogan,” tambahnya.

Tya Wiedya