blank
Kegiatan program edukasi bidan dan intervensi stunting di komplek Pendopo Bupati Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengapresiasi upaya Pemkab Wonosobo yang berhasil menurunkan angka stunting cukup tinggi di daerahnya.

“Di tahun 2021 angka stunting di Wonosobo mencapai 28,1 persen dan kini turun di angka 22,7 persen. Berarti ada penurunan angka stunting selama tiga tahun 5,4 persen. Penurunan angka stunting tersebut terbilang cukup tinggi,” katanya.

Dia mengatakan hal itu, usai berbicara dalam acara “Program Edukasi Bidan dan Intervensi Stunting” di komplek Pendopo Bupati setempat, Minggu (21/5/2028). Acara tersebut digelar bersama antara BKKBN Pusat, Polri, Pemkab Wonosobo dan Dexa Group.

Sementara itu, menurutnya, penurunan angka stunting secara nasional, baru berkisar di angka 3 persen. Upaya penurunan angka stunting yang dilakukan di Wonosobo ini bisa dijadikan pilot proyek dan dapat diadopsi secara nasional.

“Saya yakin keberhasilan tersebut tentu saja buah dari kerjasama dan kolaborasi semua pihak. Pemerintah daerah, tenaga kesehatan, swasta dan jajaran Polri. Termasuk, bidan desa itu segala-galanya, pemerintah daerah dan BKKBN, tidak ada bidan, tidak ada apa-apanya,” tegas dia.

Asisten Operasi Kapolri Irjen Pol Agung Setya Imam Effendi, SH SIK MSi mengatakan stunting merupakan salah permasalahan utama yang mengancam perkembangan anak bangsa. Persoalan tersebut bukan masalah bangsa dan daerah sekarang saja, tapi menyangkut nasib masa depan generasi mendatang.

“Bagaimana Indonesia bisa mencapai masa emas di tahun 1945 nanti, jika kini banyak anak-anak bangsa banyak mengalami kasus stunting. Polri dan BKKBN telah menandatangani MoU untuk percepatan penurunan stunting agar permasalahan tersebut cepat teratasi,” ujarnya.

Dia menyebut, Polri saat ini memiliki 34 Biddokes Polda, 58 rumah sakit Bhayangkara dan 598 fasilitas kesehatan tingkat pertama yang tersebar di seluruh jajaran Polres di seluruh Indonesia. Hal itu, tentu merupakan modal utama untuk membantu pemerintah dalam penanganan kasus stunting.

Pimpinan Dexa Group V Hery Sutanto mengaku pihaknya sudah keliling berbagai kota bersama BKKBN, termasuk kali ini di Wonosobo. Karena di sini kasus stunting ternyata masih cukup tinggi. Dexa Group memiliki core purpose atau niatan luhur sejak perusahaan didirikan sampai saat ini.

Stunting Turun

blank
Sejumlah bidan mengikuti kegiatan program edukasi bidan dan intervensi stunting di komplek Pendopo Bupati Wonosobo. Foto : SB/Muharno Zarka

“Expertise for the promotion of health, kami berkomitmen untuk mendedikasikan keahlian dalam bidang farmasi, teknologi, riset dan produksi obat bahan alam atau obat modern asli Indonesia, untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang lebih baik bagi kesehatan masyarakat,” katanya.

Dexa Group sejak awal didirikan, lanjutnya, mendedikasikan karyanya untuk mendukung program-program pemerintah. Seperti program obat generik berlogo, jaminan kesehatan nasional. Hingga saat ini, 80 persen kapasitas pabrik Dexa Group, didedikasikan untuk memproduksi obat generik berlogo (OGB).

Bupati Afif Nurhidayat menambahkan penanganan stunting telah menjadi upaya prioritas nasional. Di mana telah diketahui bersama ditargetkan pada tahun 2024, prevalensi stunting secara nasional sebesar 14 persen.

“Menilik dampak negatif lanjutan yang permanen, stunting tentunya mengancam kualitas sumber daya manusia (SDM) sebagai pondasi pembangunan, yang apabila tidak ditangani dengan baik maka akan menghambat kemajuan bangsa. Tidaklah mengherankan jika persoalan stunting menjadi agenda pembangunan nasional,” katanya.

Dikatakan, Wonosobo menjadi salah satu daerah prioritas dari 100 kabupaten/kota di Indonesia. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 prevalensi stunting telah mencapai 22,7 persen atau turun 5,4 persen dibandingkan tahun 2021 yang masih di angka 28,1 persen.

Selain itu, lanjutnya, menurunkan angka stunting tidak hanya sekadar memberikan asupan gizi saja. Namun juga intervensi yang mendukung, seperti cakupan sanitasi, air minum, ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan serta kelengkapan alat ukur di Posyandu.

“Di antaranya didukung dengan kondisi akses air minum layak di Wonosobo sudah cukup tinggi yakni mencapai 93,77 persen dan 102 desa open defecation free (ODF) atau 38,49 persen. Fasilitas USG yang dapat ditemui sebanyak 1 unit di masing-masing Puskesmas,” katanya.

Disamping itu, ketersediaan antropometri sampai tahun 2022 masih akan terus dilakukan peningkatan. Sebab dari 1.247 Posyandu baru 256 Posyandu yang sudah memiliki antropomentri. Tahun 2023 ini melalui dana DAK ditargetkan semua Posyandu akan memiliki antropomentri.

Diharapkan, dengan penggunaan alat yang terstandar, maka pengukuran akan lebih akurat. Sehingga monitoring terhadap perkembangan bayi dan balita dapat lebih baik lagi.

Muharno Zarka