blank
Wamenag Zainut Tauhid Saadi saat menandatangani prasasti peresmian gedung asrama Ponpes Alhidaya Getasrabi Kudus. foto: Ali Bustomi

KUDUS (SUARABARU.ID) – Wakil Menteri Agama RI Zainut Tauhid Sa’adi meresmikan Gedung asrama baru Ponpes Alhidayah, Desa Getasrabi, Kecamatan Gebog, Kudus, Rabu (17/5). Ponpes ini cukup istimewa karena meski merupakan ponpes NU tapi mampu melahirkan tokoh sekaliber Sekretaris PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti.

Tiba di lokasi acara, Wamenag pun disambut antusias oleh ratusan santri. Wamenag juga didampingi Abdul Mu’ti yang juga merupakan warga kelahiran Getasrabi serta sejumlah pejabat Kemenag dan Pemkab Kudus.

Dalam sambutannya, Wamenag meminta agar pondok pesantren mampu beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dengan begitu santri tidak tertinggal dengan zaman yang berkembang saat ini.

“Kami berharap pondok pesantren bisa mengembangkan dan adaptasi dengan era teknologi terus menyesuaikan zaman yang ada,” kata Zainut Tauhid.

Zainut Tauhid menegaskan, di era perkembangan digital yang sangat pesat pondok pesantren bisa menjadi pilihan bagi orangtua untuk memberikan pendidikan kepada anak.

Baginya pondok pesantren merupakan tempat paling aman bagi orangtua untuk mendidik putra putrinya.

“Karena di pondok pesantren dipastikan bisa memanfaatkan era digital semaksimal mungkin tapi dalam batas-batas yang tentunya ditentukan oleh pesantren,” kata Zainut Tauhid.

Atas peresmian gedung baru ini Zainut Tauhid merasa gembira. Dengan harapannya Yayasan Pesantren Al Hidayah mampu menunjukkan prestasinya. Semakin banyak orangtua yang memilih Al-Hidayah untuk pendidikan anak-anaknya.

“Terbukti sudah melahirkan alumni yang berhasil dan tokoh internasional seperti Prof Abdul Mu’ti,”tandasnya.

Dalam kesempatan ini juga hadir Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. Kedatangannya di sini sebagai alumni Madrasah Manafiul Ulum yang berada di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Al-Hidayah Getasrabi.

Dia bercerita saat dia masih menempuh pendidikan di madrasah tersebut di mana kondisinya masih serba terbatas.

“Saya salah satu alumni dari Yayasan Pendidikan Al-Hidayah saya cerita waktu sekolah di sini masih sederhana belum keramik, gentingnya bocor, tapi semangat dari guru yang ikhlas memotivasi memberikan pendidikan terbaik bagi para muridnya dan sekarang Al-Hidayah terus berkembang dan bersyukur dan bangga menjadi salah satu bagian dari Al-Hidayah dan alumni Manafiul Ulum,” kata Mu’ti.

Pesantren Al-Hidayah bernapas Nahdlatul Ulama kini diasuh oleh KH Zaenudin Rusydan. Menurut Mu’ti, KH Zaenudin Rusydan merupakan kakak sepupunya yang kini menjadi tokoh NU di Kudus. Dulunya Zaenudin pernah menempuh pendidikan di lembaga milik Muhanmadiyah.

Sementara dirinya yang dulu pernah menempuh pendidikan di lembaga berbasis NU kini menjadi Sekretaris Umun Pusat Muhammadiyah. Artinya, kata Mu’ti, di keluarganya tidak ada kesenjangan pengotak-kotakan dalam memilih afiliasi organisasi keagamaan.

“Kebetulan saya satu trah, bapaknya Pak Zaenudin Rusyan kakak bapak saya. Banser sini adik sepupu saya. Jadi kami keluarga besar tidak bisa istilahnya dikotak-kotak. Perbedaan afiliasi organisasi tidak menjadikan kami ini berselisih  justru kami saling memperkuat dan mengisi karena kepentingannya sama memajukan umat dan mencerdaskan bangsa,” kata Mu’ti.

Sementara KH Zaenudin Rusydan mengatakan, santri di bawah naungan Yayasan Pesantren Al-Hidayah saat ini ada 2.565 santri. Untuk santri yang bermukim di pondok ada 758 santri.

Santri yang menimba ilmu di Al-Hidayah datang dari berbagai daerah. Utamanya dari Jawa Tengah bagian pantura. Belakangan juga datang santri dati Sumatera, Kaoantan, bahkan dati Malaysia.

“Apa yang kaki selenggarakan di sini semoga memberikan manfaat. Dan kami berharap semoga bisa mendirikan Mahad Aly,” kata Zaenudin.

Ali Bustomi