“Nilai perkiraan tertinggi dari aset yang disita adalah sebesar Rp1,2 miliar yaitu berupa tanah dan/atau bangunan dari seorang penanggung pajak,” kata Max Darmawan lebih lanjut dihadapan awak media.

Max lebih jauh menjelaskan, setiap Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kanwil DJP Jawa Tengah I menugaskan Juru Sita Pajak Negara (JSPN) untuk melakukan tindakan penyitaan secara serentak.

Tindakan penyitaan ini juga melibatkan beberapa pihak seperti Bintara Pembina Desa (Babinsa) setempat yang bertugas menjaga keamanan dan ketertiban kegiatan serta perwakilan dari kelurahan setempat sebagai saksi kegiatan penyitaan.

Penyitaan yang dilakukan unit kerja Kanwil DJP Jateng I ini dilakukan setelah melewati berbagai tindakan penagihan di Direktorat Jenderal Pajak sebagai upaya agar penanggung pajak dapat melunasi tunggakan pajaknya.

Artinya setelah dilakukan berbagai tindakan penagihan namun penanggung pajak belum dapat melunasi tunggakan pajaknya, maka dilakukanlah tindakan penyitaan aset penanggung pajak sesuai peraturan perundang-undangan.

“Setelah dilakukan penyitaan, aset penanggung pajak yang dapat dilelang akan dilakukan pelelangan secara serentak,” katanya.

Pelelangan secara serentak direncanakan akan dilakukan dalam waktu dua bulan setelah penyitaan. Hasil dari aset yang dilelang digunakan untuk melunasi biaya penagihan pajak serta tunggakan pajak dari penanggung pajak.

Menurut Max, tindakan sita merupakan bukti keseriusan unit kerja di lingkungan Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I dalam melakukan penegakan hukum di bidang perpajakan.

“Langkah ini merupakan bentuk keberpihakan dan memberikan rasa keadilan kepada wajib pajak yang sudah patuh. Penyitaan aset penunggak pajak juga dapat memberikan kesadaran bagi wajib pajak untuk senantiasa patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya,” katanya.

Hery Priyono