SEMARANG (SUARABARU.ID)– Tarian likurai dan alunan musik Tihar, menyemarakkan acara peresmian Rumah Pembauran Kebangsaan Jawa Tengah, di Wisma Perdamaian, Jalan Imam Bonjol, Semarang, Selasa (16/5/2023).
Peresmian Rumah Pembauran Kebangsaan yang diinisiasi Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Jateng ini, juga dihadiri Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo.
Forum Pembauran Kebangsaan Jateng ini, terdiri dari berbagai kelompok etnis yang ada di Indonesia. Di antaranya suku Jawa, Sunda, Dayak, Minang hingga Papua.
BACA JUGA: Jateng ‘Hattrick’, Provinsi Terbaik di Ajang Penghargaan Pembangunan Daerah 2023
”Ini adalah peresmian sekaligus halal bihalal. Bisa dikatakan ini satu-satunya provinsi di Indonesia, yang punya Rumah Pembauran,” kata Muhammad Adnan, Ketua FPK Jateng.
Ganjar sendiri menyampaikan, Rumah Pembauran ini menjadi titik temu bagi perbedaan yang ada. Rumah Pembauran bisa menjadi ruang untuk bertukar pikiran, dan saling mempelajari perbedaan itu sebagai sebuah persatuan.
”Ini para pioner, para pelopor tokoh-tokoh dari banyak suku yang ada di Jateng. Ada Nias, Jawa, Maluku, NTT, dari Papua juga berkumpul. Mereka sepakat, perlu kiranya ada rumah pembauran ini, agar ada meeting point untuk mereka bisa bertemu,” katanya.
BACA JUGA: Jammu Indonesia Lantik Pengurus Jammu Wonosobo dan Banjarnegara
Dia berharap, kehadiran FPK ini bisa meningkatkan toleransi di Jateng, yang sudah terbangun dengan baik selama ini. Seperti diketahui, berdasarkan rilis Setara Institute pada awal April lalu, 10 kota paling toleran di Indonesia, empat di antaranya berada di Jateng. Keempat kota itu yakni, Kota Salatiga, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Magelang.
Selain itu, Provinsi Jateng belum lama ini juga menerima penghargaan dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI, sebagai daerah yang berkomitmen menerapkan Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan, yang mengarah pada Terorisme (RAN PE).
Predikat itu diperoleh, karena Jateng berkomitmen mencegah paham ekstrem dan radikal melalui regulasi, bidang pendidikan, serta pemberdayaan ekonomi. BNPT juga mencatat, indeks intoleransi di Jateng yang cukup rendah, 6,8 persen, masih di bawah indeks Nasional yang sebesar 12,6 persen.
”Apalagi sekarang sudah masuk tahun politik. Janganlah nanti kita membawa isu-isu Sara. Rumah ini menjadi penting buat kita, untuk mendinginkan situasi karena kita bersaudara, kita bangsa Indonesia, kita berbahasa Indonesia, kita bertanah air Indonesia dan kita bernegara Indonesia,” tandasnya.
Riyan