blank
AKK foto bersama dengan sejumlah pengurus PPDI Wonosobo di Hotel Kresna. Foto : SB/Muharno Zarka

WONOSOBO(SUARABARU.ID)-Belum ada kejelasan sistem Pemilu 2024 nanti menggunakan proporsional terbuka atau proporsional tertutup. Proses persidangan untuk menentukan hal itu masih berlangsung di Mahkamah Konstitusi (MK).

Anggota Fraksi PKB DPR RI, Abdul Kadir Karding (AKK) mengatakan sembilan partai dan partai-partai yang tidak masuk dalam parlemen itu sebenarnya menginginkan terbuka.

“Karena itu membuka ruang demokrasi dan ruang kompetisi yang lebih baik,” terang AKK usai menjadi pembicara dalam “Sosialisasi 4 Pilar MPR RI (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, UUD 45 dan NKRI) di Hotel Kresna Wonosobo.

Sosialisai 4 Pilar MPR RI diikuti sejumlah pengurus dan anggota Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI). Di saat bersamaan AKK juga menghadiri acara halal bihalal dengan pengurus organisasi Badan Otonom (Banom) NU se-Wonosobo.

Sampai saat ini, menurut AKK, jika mayoritas partai menolak jika sistem pemilu menggunakan proporsional tertutup. Hanya PDI Perjuangan saja yang menjadi satu-satunya partai yang kekeh menginginkan sistem pemilu menjadi tertutup.

“Tapi karena gugatannya ke MK, maka nasibnya tergantung dari hakim-hakim konstitusi,” terang anggota komisi VII DPR RI Daerah Pemilihan Jateng VI (Wonosobo, Magelang, Purworejo, Temanggung) itu.

Bagi AKK, keputusan hakim dalam menentukan proses pemilu terbuka maupun tertutup seharusnya berbasis pada realitas yang terjadi di masyarakat. Dan sebagian masyarakat dan steak holder politik saat ini masih menginginkan sistem pemilu itu terbuka.

Ideal Terbuka

blank
Anggota F-PKB DPR RI Abdul Kadir Karding. Foto : SB/Muharno Zarka

“Harusnya kan hukum itu diputuskan dengan melihat pertimbangan sosiologisnya juga. Tidak boleh hanya menggunakan pertimbangan teori saja. Karena banyak hal yang harus dipertimbangkan,” ujar anggota Komisi VII DPR RI itu.

Apalagi, lanjutnya, selama ini sistem pemilu dengan menjalankan proporsional terbuka sudah berjalan dan tidak ada masalah. Sehingga pihaknya merasa saat ini tidak ada urgensinya untuk mengganti sistem pemilu menjadi tertutup.

“Kan selama ini masih fine-fine aja. Kalau toh ada masalah Satu Dua kan biasa. Bagian dari dinamika,” ungkap politisi senior PKB, yang saat mahasiswa jadi eksponen aktifis gerakan 98 itu.

Karding malah menyebut jika mengacu pada konteks demokrasi sesuai dengan amanat UU, justru pemilihan kepala daerah dan pemilihan gubernur yang seharusnya menjadi tertutup. Bukan pemilihan legislatifnya.

“Nanti itu kalau legislatif yang tertutup, orang-orang yang berkualitas yang di senangi rakyat belum tentu terpilih. Kondisi tersebut tidak menguntungkan bagi masyarakat maupun sistem ketatanegaraan,” lanjutnya.

Terlebih AKK menjelaskan jika menggunakan sistem tertutup itu setiap calon yang akan jadi anggota DPR hanya berdasar pada like and dislike pimpinan partai.

Hal tersebut, menurutnya, tidak akan menghubungkan keinginan rakyat dengan keinginan partai. Sistem pemilu proporsional terbuka merupakan yang ideal saat ini. Karena yang dipilih orang bukan sekadar partai.

“Karena itu menurut saya secara politik maupun hukum tidak ada alasan untuk membuat pemilu menjadi tertutup. Jika menggunakan sistem itu justru merupakan kemunduran demokrasi,” tandasnya.

Muharno Zarka