TAHUN 1981 menjelang Idul Fitri, bersama teman satu kampung, saya mudik dari terminal Pulo Gadung. Sebelum beli tiket, kami ke musala. Setelah salat, teman satu perjalanan saya usia 15 tahun berbisik, tadi saat dia air wudhu ada bapak sepuh uangnya dalam plastik jatuh dan diambil tukang semir.
Spontan, saya menggeledah kotak semir, dan segebok uang dalam plastik saya temukan. Setelah itu lalu saya serahkan petugas informasi. Setelah beberapa kali diumumkan, menyusul panggilan agar yang menemukan uang itu ke ruang informasi.
Saya lalu dipertemukan dengan Bapak sepuh pedagang kopiah asal Pekalongan. Saking gembiranya uang yang hilang itu ada yang menemukan, Bapak itu menangis haru karena uang hasil jualan tiga bulan itu ditemukan kembali.
Di Jawa ada istilah pawakan atau trah yang melekat pada diri seseorang. Fenomena itu bisa jadi berkaitan dengan “ngelmu”. Mungkin karena saat itu saya sedang semangat-semangatnya belajar metafisika, alam pun menarik saya berurusan dengan masalah.
Trah Ribut
Setelah urusan selesai, kami naik bus Jakarta – Semarang. Walau sudah tertera tarif resmi, masih ada yang tidak beres. Penarikan tiket dilakukan saat bus berjalan dan dilakukan para calo. Harga tiket pun naik dua kali lipat. Cara menarik tiketnya, bus berhenti di pinggir jalan sepi dekat lokasi sawah.
Saya protes dengan keyakinan penumpang lain mendukung saya. Dugaan saya meleset, penumpang lain hanya menonton. Karena saya tetap ngeyel, kawanan calo mengajak saya ke tengah sawah, mengajak kompromi. Jika saya mau diam, dapat tiket gratis.
Karena permintaan itu saya tolak, bus lalu putar balik ke Pulo Gadung, hingga penumpang pun telantar. Dalam kondisi kalut itu saya menuruti kata hati berjalan ke arah timur dan pada jarak 150 meter saya ketemu peronda malam.
Saya lalu bertanya apakah dekat lokasi itu ada warga yang polisi? Saya lalu diantar ke rumah anggota polisi. Saat ketemu lalu saya jelaskan kronologinya. Pak Polisi lalu berkomunikasi dengan walkie talkie, dan satu jam kemudian datang bus pengganti dan kami bisa meneruskan perjalanan sampai Kudus.
Pemalang, Semarang
Mudik tahun berikutnya, kena masalah lagi. Saya naik bus dari terminal yang sama. Oleh calo yang mencari penumpang disebut jurusan Semarang, namun bus berhenti di Pemalang. Saya dan sebagian penumpang protes.
Namun awak bus bersikukuh yang dia katakan di Pulogadung itu Pemalang, bukan Semarang. Merasa dipermainkan, saya ada ide. Saya ambil kamera dari tas lalu bus, sopir, nomor polisi bus, kernet dan penumpang yang telantar saya foto.
Awak bus dan calo saya intimidasi, jika bus tidak sampai Semarang, akan saya tulis di koran, maksud saya di surat pembaca. Mereka ketakutan, mungkin saya dikira wartawan. Dan yang bikin saya tertawa itu, kamera yang buat action itu kosong, tidak ada filmnya.
Andaikan boleh memilih, rasanya lebih nyaman jika kemana pun pergi ketemu dengan suasana yang nyaman dan damai. Namun pada lebaran tahun berikutnya, masih ketemu masalah serupa.
Tabungan Amal Baik
Setelah pulang kampung dan alih profesi menulis, saat mewawancari kiai ahli hikmah, saya kisahkan masa lalu saya yang sering ketemu masalah. Beliau menghibur saya, “Ujian manusia disesuaikan keilmuannya”.
Karena yang Anda geluti berkaitan kanuragan, maka Tuhan sering mempertemukan yang berkaitan dengan adu power. Itu alamiah, namun hakikatnya Tuhan sedang mengisi tabungan energi kepada Anda.”
Ahli hikmah yang juga penulis itu lalu berkisah tentang pemuda Ashabul Kahfi yang terjebak dalam gua. Mereka berdoa bergantian dengan menyebut amal baiknya agar datang pertolongan-Nya. Beliau lalu menyarankan, kisah-kisah dramatik pada masa lalu itu bisa dimanfaatkan untuk wasilah pada saat ada keruwetan atau bahaya.
Insya Allah segera datang pertolongan dari-Nya. Manusia tidak jauh dari apa yang sering dipikirkan, ucapan dan yang dilakukan. Bisa jadi, orang yang dalam kesehariannya akrab dengan “ajian” atau mantra, kehidupannya pun memberi ruang untuk mempraktikkan apa yang diucapkan itu.
Karena pikiran, tubuh dan jiwa adalah satu kesatuan. Maka sebelum mengamalkan sesuatu, ada baiknya bertimbangkan dulu apakah Anda siap dengan bonus menu-menu lain yang menyertainya.
Masruri, penulis buku, praktisi dan konsultan metafisika tinggal di Sirahan Cluwak Pati