blank
Ganjar bersama Siti Atikoh, memanjatkan doa, di sisi makam Sunan Ampel. Foto: hms

SURABAYA (SUARABARU.ID)– Selama setengah jam, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, melantunkan tahlil dan doa, disamping pusara Sunan Ampel, Surabaya, Jumat (17/3/2023).

Ziarah di makam sunan yang bernama asli Syekh Ali Rahmatullah ini, merupakan titik pertama dari rangkaian nyadran yang Ganjar lakoni bersama istri, Siti Atikoh, sebelum memasuki Ramadan.

Tiba di gerbang pemakaman pukul 20.25 WIB, usai berwudlu, Ganjar langsung digandeng dua keturunan Sunan Ampel, untuk memasuki area pemakaman keluarga inti Sunan Ampel, yang berada di bagian terdalam area pemakaman.

BACA JUGA: Milad SMK Muhima Purwantoro Wonogiri Ditandai Launching Tefa Dimeriahkan Reog

Gus Abubakar, seorang dari keturunan Sunan Ampel mengatakan, ini merupakan tempat ziarah paling istimewa. ”Tidak semua orang bisa masuk ke bagian ini. Alhamdulillah kami bisa mengantar Pak Ganjar, sampai pada titik ini,” kata Gus Abubakar.

Ganjar bersama istrinya kemudian melantunkan doa yang dipimpin Gus Abubakar. Begitu runtutan bacaan doa dan tahlil selesai, Ganjar bersama istri mengamini doa-doa yang dipanjatkan Gus Abdul Muis Azis, yang merupakan cicit pendiri Nahdlatul Ulama, KH Bisri Syansuri.

Usai prosesi itu, Ganjar menyampaikan, ziarah ke makam Sunan Ampel ini merupakan rangkaian nyadran Walisongo, yang berlangsung pada Jumat hingga Minggu (17-19/3/2023).

BACA JUGA: Profesor Baru Unissula Usulkan Regulasi Pemberantasan Korupsi

”Kami Muslim Indonesia mengenal yang namanya tradisi nyadran sebelum Ramadan. Dan kami mengawali nyadran di makam Sunan Ampel,” kata Ganjar.

Baginya, Sunan Ampel merupakan sosok yang berjasa bagi kaum Muslim di Tanah Air. Terlebih, dengan segala cara Sunan Ampel dalam berdakwah. Moh Limo, lanjut Ganjar, merupakan ungkapan dakwah Sunan Ampel yang hingga saat ini masih sangat relevan.

Moh Limo yang berarti tidak mau melakukan lima perkara, merupakan ungkapan Sunan Ampel yang bermaksud moh mabuk (tidak mau minum-minuman keras), moh main (tidak berjudi), moh madon (tidak berzina), moh madat (tidak mau menggunakan narkoba) dan moh maling (tidak mau mencuri).

BACA JUGA: Unissula Mewisuda Mahasiswa Internasional

”Cara itu merupakan akulturasi dakwah, agar mudah diterima masyarakat,” kata Ganjar.

Diungkapkan juga, alasan lain perjalanan nyadran Walisongo yang dia lakoni ini, untuk mengenang segala cara dakwah ulama terdahulu, yang tidak menyingkirkan kearifan lokal.

”Setelah dari sini, perjalanan akan berlanjut ke Sunan Gresik, Sunan Giri, Sunan Drajat dan Sunan Bonang. Hari Minggu kami lanjut ke Makam Raden Fattah, Sunan Kalijaga, Sunan Muria dan Sunan Gunungjati,” pungkasnya.

Riyan