blank

JEPARA(SUARABARU.ID) – Lampu kuning untuk para petinggi. Pemerintah Kabupaten Jepara tengah menyiapkan data persoalan tata kelola keuangan seluruh desa. Instrumen itu akan dipaparkan dalam gelar pengawasan desa (larwasdes), yang mulai dilaksanakan tahun ini. Salah satu pemicunya, banyak surat pertanggungjawaban (Spj.) keuangan desa hampir disclaimer.
Rencana tersebut diungkap Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Jepara Edy Sujatmiko di pendopo kantor Kecamatan Pakisaji, Rabu (15/3/2023). Saat mengatakan hal tersebut, Sekda berbicara sebagai salah satu pemateri pada kegiatan Apel Tiga Pilar Desa yang diikuti para petinggi, bhabinkamtibas, dan babinsa dari seluruh desa di Kecamatan Pakisaji dan Kecamatan Batealit.
“Tahun ini juga kita gelar. Selama ini, kan, kita mengenal larwasda. Ini nanti ada larwasdes. Akan kita tampilkan data potensi pelanggaran masing-masing desa. Ini bukan bermaksud ngèwèr- èwèr (bergosip) kesalahan pemerintah desa, tapi justru untuk membantu mengantisipasi tersangkut persoalan hukum,” kata Edy Sujatmiko dalam acara yang dibuka Penjabat (Pj.) Bupati Jepara Edy Supriyanta.
Acara ini dihadiri Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Jepara Edy Ariyanto, perwakilan forkopimda, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Jepara Lukito Sudi Asmara, forum koordinasi pimpinan kecamatan di Pakisaji dan Batealit, hingga kepala Puskesmas dari kedua kecamatan.
Menurut Edy Sujatmiko, larwasdes bisa dijadikan sebagai kaca benggala bagi seluruh pemerintah desa untuk belajar dari potensi kesalahan pengelolaan keuangan, termasuk dari desa-desa lain.
“SPJ (surat pertanggungjawaban -red) anggaran desa banyak yang hampir disclaimer, lho. Kita berupaya agar setiap anggaran desa dioptimalkan untuk pembangunan desa,” tandasnya. Dalam tata kelola keuangan, disclaimer secara singkat kurang lebih berarti pernyataan dari auditor yang tidak menemukan kewajaran sebuah laporan keuangan.
Edy Sujatmiko menambahkan, sumber daya pengawasan di Inspektorat Kabupaten Jepara sudah diperkuat. Auditor yang semula berjumlah 15 orang, kini sudah lebih dari 30 sehingga memungkinkan melakukan larwasdes.
Aparatur dari Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pun, tambahnya, turun mendampingi pemerintah desa dalam pengelolaan anggaran.
“Jangan disalahartikan. Ini justru untuk menolong pemerintah desa dari potensi persoalan hukum akibat salah kelola,” kata dia.
Karena itulah, tandas Edy Sujatmiko, transaksi nontunai akan diterapkan untuk seluruh keuangan desa. Aparat penegak hukum (APH) juga bekerja sama mewujudkan desa antikorupsi.
Hadepe – Bkp – Sulismanto