Selain persyaratan TKDN bagi produsen kendaraan listrik, IESR menyarankan agar pemerintah dapat menambahkan syarat performa kendaraan listrik dalam pemberian insentif di tahun depan.
“Pemerintah dapat menambahkan syarat tambahan yang berkaitan dengan performa kendaraan listrik untuk mendorong peningkatan keandalan kendaraan listrik, serta ekosistem riset dan pengembangan dari industri kendaraan listrik yang ada di Indonesia. Standar tersebut misalnya jarak tempuh kendaraan, kapasitas baterai minimal, dan efisiensi konversi,” ungkap Faris Adnan, Peneliti IESR.
Menurut Faris, hal menarik lainnya dari insentif kendaraan listrik ini adalah prioritas pemberian insentif bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), khususnya penerima Kredit Usaha Kecil (KUR) dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM), termasuk pelanggan listrik 450-900 VA. Namun, kata Faris, pengendara motor penyedia transportasi online atau penyedia jasa logistik perlu juga menjadi prioritas.
Baca Juga:IESR Bersama Pemprov Jateng Wujudkan Pembangunan Rendah Karbon Semarang
“Pengendara ojek online atau logistik perlu diprioritaskan dalam pemberian bantuan ini, karena mereka memiliki jarak tempuh yang jauh per harinya, sehingga manfaat ekonomi yang didapat bagi pengguna maupun pemerintah akan lebih besar. Jumlah bantuan yang ditawarkan pun perlu didorong lebih tinggi dibandingkan jumlah bantuan bagi penerima awam, yakni di atas Rp 7 juta,” terangnya.
Ia juga menyoroti kapasitas daya terpasang calon pembeli prioritas. Charger baterai motor listrik sendiri memerlukan daya hingga 400W. Artinya jika melakukan pengisian daya baterai, maka akan banyak peralatan elektronik yang tidak bisa dipasang pada saat bersamaan.
“Hal ini bisa diantisipasi dengan pemberian peningkatan daya tambahan saat pembeli prioritas membeli kendaraan listrik yang mendapat bantuan pemerintah,” imbuh Faris.
Baca Juga:IESR: Integrasi Energi Terbarukan di RUPTL Capai 129 GW pada 2030
IESR memandang penggunaan KBLBB bahkan dapat nol emisi jika sumber pengisian dayanya berasal dari energi terbarukan. Berdasarkan analisis IESR dalam laporan Indonesia Electric Vehicle Outlook (IEVO) 2023, emisi yang dikeluarkan motor listrik dan mobil listrik lebih rendah 18% dan 25% dibandingkan motor dan mobil BBM. Namun, jika pengembangan energi terbarukan hanya mengacu pada RUPTL PLN 2021-2030, maka penurunan emisi dari motor listrik dan mobil listrik diproyeksikan tidak signifikan, hanya berkisar 6% dan 8% saja pada 2030.
“Dengan beberapa komitmen pemerintah serta dukungan transisi energi seperti Just Energy Transition Partnership (JETP), momentum ini bisa dipakai untuk mengakselerasi transisi sistem kelistrikan dengan membangun energi terbarukan, dan menghentikan operasi PLTU batubara lebih dini. Akibatnya faktor emisi jaringan lebih rendah, sehingga manfaat kendaraan listrik untuk dekarbonisasi makin maksimal” tutur Deon Arinaldo, Manager Program Transformasi Energi, IESR.
Deon menyebut, kajian IESR bahkan melihat dengan kombinasi elektrifikasi transportasi dan juga akselerasi pengembangan energi terbarukan, bauran energi terbarukan Indonesia bahkan bisa melebihi 34% target bauran ET yang dicanangkan di JETP.
Ning Suparningsih