“Perlu kembali teradu tegaskan dan jelaskan bahwa pada pernyataan yang teradu sampaikan terkait dengan sistem pemilu, sebagaimana dalil aduan a quo dilakukan semata-mata untuk menjalankan tugas yang diamanatkan UU (Nomor 7 Tahun 2017 tentang) Pemilu, yaitu menyampaikan informasi berkaitan dengan perkembangan penyelenggaraan pemilu,” ujar Hasyim saat memberikan keterangan sebagai pihak teradu dalam persidangan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) di Ruang Sidang DKPP RI, Jakarta, Senin, 27 Februari 2023.
Hasyim pun menegaskan pernyataan yang dia sampaikan mengenai sistem Pemilu dalam acara catatan akhir tahun 2022 KPU di Kantor KPU RI, Jakarta, Kamis (29/12/2022) itu bukan menunjukkan bahwa dia mendukung atau sependapat dengan penerapan salah satu sistem Pemilu di antara sistem proporsional terbuka atau tertutup.
Delapan Partai Politik (Parpol) yang ada diparlemen secara bulat menghendaki untuk Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional terbuka. Sedangkan PDIP sebagai Parpol satu-satunya yang ada diparlemen menghendaki mengunakan proporsional tertutup. Sudah barang tentu argumentasi yang menjadi landasan bagi kedua belah pihak masuk akal baik yang setuju proporsional tertutup maupun terbuka.
Hal ini dikarenakan masing-masing pihak lebih menonjolkan sisi positif dan menenggelamkan sisi negatifnya. Kita paham betul bahwa kedua sistem tersebut memiliki sisi posptif dan negatif.
Sistem Pemilu proporsional tertutup adalah sistem pemilihan umum yang hanya memungkinkan masyarakat memilih partai politiknya saja, bukan calon wakil rakyat secara langsung.
Saat Pemilu dengan sistem ini, pemilih hanya mencoblos tanda gambar atau lambang partai dalam surat suara, karena tidak tersedia daftar kandidat wakil rakyat di surat suara. Sistem Pemilu proporsional tertutup merupakan salah satu jenis sistem Pemilu proporsional. Pada sistem Pemilu proporsional tertutup, kursi wakil rakyat akan diberikan pada para calon berdasarkan nomor urut.
Berbeda dengan sistem Pemilu proporsional tertutup, sistem Pemilu proporsional terbuka adalah sistem Pemilu dengan pemilih dapat mencoblos nama atau foto kandidat langsung yang dicantumkan di surat suara. Pada sistem Pemilu proporsional terbuka, partai politik menyediakan daftar kandidat wakil rakyat untuk dimasukkan ke surat suara. Kandidat yang meraih suara terbanyak lalu terpilih sebagai wakil rakyat, tidak mempermasalahkan yang bersangkutan merupakan kader yang berproses di partainya, bahkan kualitas sebagai anggota parlemen menjadi tidak diperlukan, yang menjadi indikator adalah memperpoleh suara terbanyak.
Puncak dari terjalnya Pemilu 2024 setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk menunda penyelenggaraan Pemilu 2024. Perintah itu muncul setelah majelis hakim mengabulkan gugatan Partai Prima.
Partai Prima melayangkan gugatan perdata ke KPU di PN Jakpus dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Partai Prima merasa dirugikan karena KPU tak meloloskan mereka dalam tahapan verifikasi administrasi calon peserta Pemilu 2024. Akibatnya, mereka meminta PN Jakpus menghukum KPU untuk tak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.
Berikut tujuh poin amar putusan PN Jakpus
1. Menerima gugatan penggugat Partai Prima untuk seluruhnya.
2. Menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat.
3. Menyatakan tergugat (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum.
4. Menghukum tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500.000.000, kepada penggugat. 5. Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan, dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun, 4 bulan, 7 hari.
6. Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad).
7. Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada tergugat sebesar Rp410.000.
Dampak dari putusan PN Jakarta Pusat, banyak para pihak termasuk KPU akan melakukan upaya banding atas putusan tersebut.
Drs. Pudjo Rahayu Risan, M.Si, Pengamat Kebijakan Publik dari Asosiasi Ilmu Politik Indonesia Semarang.
Ning Suparningsih