Kemudian spiritualitas berpuasa, sebagai bentuk upaya menahan diri dalam melawan kenikmatan duniawi. Bila kita berpuasa, tidak perlu menunjukkan bahwa kita sedang berpuasa, dengan menunjukkan dirinya lemas, misalnya.
“Tuhan mengingatkan melalui Matius 6 ayat 17-18 yang berbunyi: Tetapi apabila engkau berpuasa, minyakilah kepalamu dan cucilah mukamu, supaya jangan dilihat oleh orang bahwa engkau sedang berpuasa, melainkan hanya oleh Bapamu yang ada di tempat tersembunyi,” kata Pdt. Sediyoko.
Kemudian spiritualitas dalam memberikan persembahan. Ketika memberikan persembahan atau bersedekah, tidak perlu dipamer-pamerkan.
“Hati kita harus damai, dan mulai besok pagi kita memasuki masa puasa selama 40 hari. Mari kita hayati masa raya Paskah ini. Rabu abu jangan hanya dalam bentuk formalitas,” kata Pdt. Sediyoko.
Prosesi pengolesan abu pada dahi, diawali oleh Pdt. Sediyoko dan Pdt. Diik Yulianto yang mengoleskan abu pada dahinya, kemudian dilanjutkan kedua pendeta mengoleskan abu di dahi para majelis dan pelayan ibadah.
Setelah itu, secara berurutan dan tertib, jemaat maju satu demi satu mendapatkan olesan abu dari pendeta, sampai selesai.
wied