blank
Kue Keranjang, sebagai kue khas Tionghoa yang selalu hadir pada setiap perayaan Imlek dan Cap Go Meh.(SB/Bambang Pur)

SOLO (SUARABARU.ID) – Cap Go Meh adalah akhir dari rangkaian perayaan Tahun Baru Imlek, digelar Minggu (5/2), atau H+15 Bulan Pertama penanggalan Tionghoa. Perayaan Cap Go Meh di Tahun Kelinci Air 2574 (2023), digelar meriah di berbagai kota di Tanah Air, seperti Jakarta, Surabaya, Bogor, Semarang dan Solo.

Dalam sejarahnya, perayaan Cap Go Meh dilakukan sejak abad ke-7 Masehi pada masa Dinasti Han di Tiongkok, bersamaan saat migrasi masyarakat Tionghoa ke wilayah bagian selatan Tiongkok. Pada malam Tanggal Ke-15 Bulan Pertama Penanggalan Tionghoa, para petani memasang lampion warna-warni di sekeliling ladang, untuk mengusir hama dan menakuti binatang-binatang perusak tanaman.

Perayaan Cap Go Meh dimeriahkan pertunjukan Barongsai dan Liong. Kesenian tradisional khas dari Tiongkok ini, diyakini sebagai pertanda kesuksesan, keberuntungan dan pengusir hal-hal buruk (tolak balak). Termasuk bagi orang-orang yang telah berkenan menyediakan angpao (amplop berisi uang) yang diambil Barongsai melalui tariannya, akan mendapatkan tuah keberuntungan.

Di Solo, sejak perayaan Tahun Baru Imlek Minggu (22/1) sampai Cap Go Meh Minggu (5/2), hampir setiap hari dipentaskan kesenian Barongsai dan Liong. Ada yang dimainkan pagi, siang, sore maupun malam di berbagai tempat, termasuk di keramaian mall.

Meski perayaan Chinese New Year Rabbit Water (Tahun Kelinci Air) 2023 Imlek 2574 dan Cap Go Meh telah berlalu. Tapi Kue Keranjang masih banyak dijajakan di toko roti dan toko penjual pernik-pernik Imlek, sebagai bagian dari potensi wisata kuliner. Sebagaimana yang terjadi di Pasar Gede, Solo, misalnya.

Keberuntungan

Kue keranjang, ada yang menyebutnya kue bakul atau dodol Tionghoa (Dodol China), dalam Bahasa Mandarin disebut sebagai Nian Gao, yang dalam Bahasa Hokkien dinamakan Tin Koe.

blank
Pada setiap kesenian Barongsai dipentaskan, banyak warga yang peduli memberikan angpao. Ini berkaitan dengan keyakinan akan tuah keberuntungan.(SB/Bambang Pur)

Wartawan Bambang Pur, pernah dua kali melakukan tugas jurnalis ke China. Yakni pada Tahun 1990 ke Beijing dan Guangcu, dan pada Tahun 2007 ke Naning Provinsi Guangxi.

Terkait dengan Kue Keranjang yang khas Tionghoa, itu dibuat dari bahan tepung ketan dan gula. Dinamakan Kue Keranjang atau Kue Bakul, ini erat kaitannya dengan wadah cetakannya berbentuk keranjang atau bakul.

Kue ini merupakan salah satu kue khas yang wajib ada pada perayaan Tahun Baru Imlek. Kue Keranjang digunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, tujuh hari menjelang Tahun Baru Imlek (Ji Si Sang Ang) dan puncaknya pada malam menjelang Tahun Baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai datang Cap Go Meh (malam ke-15 setelah Tahun Baru Imlek).

Pada awalnya, kue ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan Dewa Tungku (Cau Kun Kong), agar membawa laporan yang menyenangkan kepada Raja Surga (Giok Hong Siang Te). Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang.

Rasa manis pada Kue Keranjang, dimaknai kepada yang berkenan memakannya, akan memperoleh tuah keberuntungan bernasib manis (baik) di sepanjang tahun.

Bambang Pur