blank
Lestari saat mengikuti diskusi daring, 'Sudahkah Sertifikat Menjamin Kepemilikan Atas Tanah?', yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/2/2023). Foto: lmc

SEMARANG (SUARABARU.ID)– Berbagai persoalan kepemilikan tanah, berpotensi memicu permasalahan di bidang kehidupan lain. Ragam permasalahan itu harus segera diselesaikan, dengan membangun sistem pendataan bidang tanah yang lebih baik dan akurat.

”Ragam polemik dalam masyarakat terjadi, karena sertifikat kepemilikan tanah belum menjamin kepemilikan atas bidang tanah yang benar- benar kuat. Akibatnya, berbagai persoalan kepemilikan tanah muncul karenanya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema ‘Sudahkah Sertifikat Menjamin Kepemilikan Atas Tanah?’, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/2/2023).

Diskusi yang dimoderatori Drs Muchtar Luthfi A Mutty MSi (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Saan Mustopa MSi (Wakil Ketua Komisi II DPR RI), dan Andi Tanri Abeng APtnh MH (Direktur Pengaturan Pendaftaran Tanah dan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional/ATR-BPN) sebagai narasumber. Selain itu, hadir pula Dewi Kartika (Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria) sebagai penanggap.

BACA JUGA: Ternak Sapi di Jatisrono Wonogiri Divaksin dan Diberi Tanda

Menurut Lestari, salah satu upaya untuk mengatasi sejumlah permasalahan itu, saat ini pemerintah sedang melakukan proses sertifikasi tanah secara massal, melalui mekanisme Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).

Mekanisme itu, ujar Rerie sapaan akrab Lestari, patut diapresiasi dan didukung semua pihak, dalam pelaksanaannya.

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu berharap, lewat mekanisme PTSL, pendataan tanah bisa dilakukan secara transparan dan akurat, untuk kepentingan pemetaan tanah yang lebih baik.

BACA JUGA: Hari Peduli Sampah Nasional, Ini yang Dilakukan LLHPB Jawa Tengah

Selain itu, tambah anggota Majelis Tinggi Partai Nasdem itu, upaya proses sertifikasi berbasis digital, juga merupakan langkah yang positif dan harus diikuti, dengan upaya pembinaan dan peningkatan literasi digital masyarakat.

Sementara itu, Saan Mustopa berpendapat, luas tanah tidak akan bertambah, kecuali ada reklamasi. Di sisi lain, kebutuhan atas tanah terus meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk, yang mendorong kebutuhan tempat tinggal.

”Sehingga persoalan tanah akan menjadi persoalan klasik, yang selalu muncul dan erpotensi memicu konflik dan sengketa tanah. Hal-hal itut, harus bisa diantisipasi,” tegas dia.

BACA JUGA: Truk Mogok Menutup Underpass Jalur Tegal-Purwokerto

Terkait potensi konflik dan sengketa tanah, imbuhnya, penting untuk dibuat roadmap penyelesaian berbagai sengketa atas tanah itu. Kecermatan dan ketelitian dari otoritas yang menerbitkan sertifikat tanah, menjadi sangat penting untuk mewujudkan sertifikat tanah yang berkekuatan hukum, agar mampu mencegah konflik.

Sedangkan Andi Tenri Abeng menegaskan, sertifikat tanah merupakan bukti kepemilikan yang kuat, karena di dalamnya tercantum data fisik dan yuridis tanah bersangkutan.

Sertifikat ganda atas tanah bisa terjadi, karena bidang tanah bersangkutan belum diploting dalam pendaftaran di BPN, dan pemegang sertifikat tidak kuasai tanahnya secara fisik. ”Kondisi ini yang sering terjadi,” tegasnya.

BACA JUGA: Pimpin Balai Bahasa Provinsi Jateng, Syarifuddin Gantikan Ganjar Harimansyah

Pemerintah, ungkapnya, menargetkan seluruh bidang tanah yang ada di Indonesia, sekitar 126,2 juta bidang tanah, sudah terdaftar di BPN pada 2025.

Dalam program PTSL, tidak semua bidang tanah bisa diterbitkan sertifikat. Dalam enam tahun terakhir, dari 54 juta bidang tanah yang didaftarkan, sekitar 36,5 juta bidang tanah belum bisa diterbitkan sertifikat, karena masih menghadapi sejumlah masalah.

Untuk menekan potensi masalah pertanahan lewat kepastian kepemilikan lahan, Andi mengungkapkan, pemerintah menginisiasi gerakan pemasangan tanda batas, terkait kepemilikan tanah di seluruh Indonesia, mulai 3 Februari 2023.

Riyan