blank
Gelar P5 siswa SDN 2 Gemeksekti Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen, pada akhir semester 1, 8 Desemeber 2022.(Foto:SB/SDN 2 Gemeksekti Kebumen)
blank
Tuti Nuryati SPd, guru kelas 4 SDN 2 Gemekseti Kebumen.(Foto:SB/SDN 2 Gemeksekti Kebumen)

Oleh Tuti Nuryati SPd

KURIKULUM Merdeka Belajar pada Tahun Ajaran 2022/2023 ini telah mulai berjalan di semua jenjang pendidikan. Tidak terkecuali pada jenjang pendidikan dasar SD/MI.

Salah satu kekuatan sekaligus pembeda Kurikulum Merdeka Belajar dengan kurikulum sebelumnya yakni adanya muatan Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). P5 bahkan diyakini akan semakin mendorong minat dan bakat serta kreativitas siswa SD MI.

Apalagi dalam muatan P5 juga mengharuskan pembelajaran di SD/MI dikaitkan atau dihubungkan dengan kehidupan nyata. Pendidikan bukan sekadar alih pengetahuan dan kecerdasan, namun juga mendorong kecakapan serta membuka cakrawala peserta didik agar mengeluarkan bakat dan minat menjadi sebuah prestasi.

Maka sangat tepat guna menyiapkan kecakapan hidup sejak dini bagi pesertat didik. Pendidik diharapkan memahami dan mampu mengangkat potensi kearifan lokal (local wisdom). Apalagi kearifan lokal dipercaya menjadi salah satu kekuatan suatu komunitas dan bangsa agar tetap eksis di masa kini dan masa depan.

Mengutip pendapat Paulo Freire (1970), pendidikan berbasis kearifan lokal adalah pendidikan yang mengajarkan peserta didik untuk selalu konkret dengan apa yang mereka hadapi. Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanaman dan diikuti oleh anggota masyarakatnya (Sartini, 2004).

Sedangkan esensi kearifan lokal sangatlah luas. Bisa berarti hasil seni budaya, makanan (kuliner), kerajinan, tata nilai dan moralitas hingga kebiasaan yang dibangun menjadi tradisi masyarakat. Di tengah globalisasi, nilai-nilai lokalitas dan kearifan lokal mampu menjadi pembeda dan ciri-ciri bangsa unggul.

Dalam Kurikulum Merdeka, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi mampu menerjemahkan tantangan pendidikan kini dan esok yakni bagaimana mengangkat berbagai potensi budaya lokal menjadi nilai unggul pendidikan. P5 sebagai model pembelajaran berbasis kearifan lokal dan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered) berupaya membuka kreativitas minat dan bakat siswa sejak dini.

Profil Pelajar Pancasila sesuai Visi dan Misi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.

Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

Membangun Mental dan Karakter

Menyitir teori perkembangan kognitif menurut para ahli seperti Jean Piaget dan Lev Vygotsky, memiliki peran besar terhadap ide-ide bagaimana anak-anak belajar. Keduanya memiliki perspektif yang sedikit berbeda dan menekankan aspek yang berbeda dalam perkembangan kognitif anak.

Menurut Pieget, siswa usia SD memiliki fokus pada cara seorang anak bertindak atas benda-benda di lingkungannya dalam rangka membangun mental dari bagaimana cara dunia bekerja. Dalam teori Piaget, lingkungan fisik dan peran orang dewasa sangat penting untuk memastikan lingkungan yang kaya dan merangsang anak untuk sesekali mengajukan pertanyaan mengenai pemikiran anak-anak tersebut terhadap lingkungan.

Dalam P5, anak SD dirangsang oleh guru agar menghasilkan karya. Kreativitas dan karya siswa atas dasar kesukaan, hobi, minat dan bakat terus diasah. Guru harus jeli mengidentifikasi potensi dan kompetensi setiap siswa. Guru juga harus berpikiran visioner bahwa pada dasarnya setiap anak memiliki bakat dan kecakapan serta hobi yang bisa dikembangkan menjadi prestasi.

Selanjutnya karya siswa berdasar karakteristik, bakat dan minat di bidang seni, seperti membuat kerajinan sederhana, membikin makanan lokal maupun menampilkan bakat seni tari, musik dan lainnya bisa dipamerkan pada jeda semester sebelum liburan sekolah.

Penulis berpendapat, siswa SD sejatinya adalah usia yang tepat mengembangkan segala kemampuan anak. Pada diri anak terdapat potensi unggul yang bervariasi. Kreativitas dan keterampilan anak di berbagai bidang seni budaya perlu terus dibina, diarahkan dan dioptimalkan melalui kegiatan P5 atau gelar karya siswa.
Penulis mempraktikkan pembelajaran P5 dalam satu semester dikemas dalam Gelar P5 pada akhir semester satu tahun ini. Gelar P5 tersebut berupa bazar aneka makanan tradisional, kerajinan batik sederhana (sesuai lokasi SDN2 Gemeksekti Kebumen, memiliki potensi kerajinan batik Tanuraksan). Kemudian aneka kerajinan tangan alat kebersihan, kerajinan tangan benda-benda dari botol plastik bekas,dan seni kaligrafi serta pentas tari.

Guna memeriahkan gelar tersebut kelas 2, 3 ,5 dan 6 SDN2 Gemeksekti Kebumen ikut serta meskipun Kurikulum Merdeka saat ini baru berlaku untuk kelas 1 dan 4 . Hal ini dilakukan karena Pembelajaran P5 harus melibatkan seluruh warga sekolah dan stakeholder.

Dengan adanya gelar P5 anak anak-akan melihat kembali sekumpulan hasil karyanya, yang dapat bermanfaat untuk evaluasi diri demi perbaikan karyanya dan bekal keterampilan di masa depan. Bahkan bisa merealisasi nilai-nilai karakter yang terkandung dalam Pancasila yang kemanfaatannya untuk diri sendiri dan masyarakat .

Di samping itu Pembelajaran P5 memotivasi siswa untuk terus berkarya di era persaingan global. Singkatnya, kreativitas siswaakan lahir berkat fasilitasi guru, dukungan kepala sekolah serta komite sekolah dan wali siswa dalam gelar karya siswa agar P5 bisa lebih bermakna.

Penulis guru kelas 4 SDN2 Gemeksekti Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen.