blank
Gedung Al-Jazeera di Dha, Qatar. Dari Timur Tengah menjadi sangat mendunia. Foto: Al Jazzera.

blankAL-JAZEERA adalah salah satu stasiun televisi berbahasa Arab dan Inggris yang berbasis di Doha, Qatar. Pendirian stasiun televisi ini merupakan sebuah gagasan dari Putra Mahkota Qatar yang bernama Syekh Hamad bin Khalifa Al-Thani.

Syekh Hamad yang saat itu baru saja menduduki posisi kepemimpinan setelah melakukan kudeta terhadap ayahnya pada tahun 1995. Satu tahun setelahnya Al-Jazeera resmi memulai siaran pertamanya di akhir tahun 1996. Al- Jazeera memiliki tiga jenis penyiaran di antaranya melalui televisi, audio broadcasting dan internet.

Dibandingkan dengan stasiun televisi lain yang ada di dataran Arab, sebagai pendatang baru Al-Jazeera telah berhasil menarik perhatian di kawasan Timur Tengah bahkan seluruh dunia.  Popularitas Al-Jazeera terus mencuat dan berkembang pesat sejak didirikan.

Tidak heran jika telah berhasil memperluas stasiun pusat di Inggris dan Amerika pada tahun 2006. Di Indonesia sendiri cabang Al- Jazeera telah dibuka sejak tahun 2018 di Jakarta.

Satu hal yang menjadikan Al-Jazeera sebagai pusat perhatian yaitu, kelantangannya dalam menyuarakan kritik terhadap pemerintahan negara-negara Arab, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan sekitarnya.

Tidak hanya itu bagi Al-Jazeera mengungkap peristiwa yang tidak banyak dilirik merupakan suatu kebebasan, tanpa peduli siapa yang menyaksikannya, dan tanpa khawatir seberapa tinggi rating yang diraih, serta seberapa banyak yang melihat seperti yang dilakukan oleh media barat seperti CNN atau BBC.

Jika di beberapa negara masih ada stasiun televisi yang sangat membatasi untuk mempekerjakan karyawan yang berbeda etnis, dalam hal ini Al- Jazeera cukup unik, mereka mempekerjakan karyawan dari berbagai jenis etnis dan negara bahkan lebih dari 40 etnis.

Hal ini sesuai dengan slogan mereka yang berbunyi voice of the voiceless sebagai konsep yang berbeda dan asing dimata banyak media Barat.

Oleh karena itu, bagi Qatar Al-Jazeera menjadi salah satu media yang memiliki peran penting untuk keberlangsungan politik luar negerinya di kancah internasional maupun global. Negara-negara Teluk memang kerap menjadikan media sebagai alat politik.

Namun, kebanyakan dari stasiun televisi tersebut kerap bungkam terhadap isu yang dianggap sensitif dan dapat merugikan negara dan hal ini sangat jelas terdapat intervensi yang besar dari pemerintah di dalamnya.

Berbeda dengan Al- Jazeera yang jauh lebih independen dan sangat minim pengaruh dari pemerintah manapun meskipun mendapat suntikan dana yang mayoritas dari pemerintah Qatar.

Karena pendanaan tersebut bagi dunia barat Al-Jazeera menjadi salah satu ujung tombak bagi politik Qatar, oleh karena itu banyak negara-negara yang dikritik Al-Jazeera menginginkan stasiun televisi itu ditutup.

Media barat juga menganggap Al- Jazeera sangat bias dan tidak adil, meskipun sebenarnya media tersebut menunjukkan sikap netral dan vokal menyuarakan berita pelanggaran Hak Asasi Manusia dan isu-isu penindasan.

Dalam dinamika politik Timur Tengah, banyak pengamat melihat bahwa Al-Jazeera juga menjadi peran kunci dari peristiwa Arab Spring yang terjadi pada satu dekade silam, gerakan yang muncul di Mesir, Libya, Tunisia dan Yaman.

Al Jazeera dianggap lebih condong berpihak pada pemimpin yang terpilih secara demokratis. Tapi tidak bisa diabaikan bahwa Al-Jazeera menjadi televisi yang menyiarkan ketertindasan saat terjadi krisis di Mesir ketika stasiun televisi lokal mengabaikannya.

Al- Jazeera juga berperan dalam krisis yang terjadi di Qatar saat negara-negara Teluk memutuskan untuk mengakhiri hubungan diplomatik dan memberikan sanksi blokade pada perekonomian Qatar di tahun 2017. Krisis ini disebabkan oleh Arab Saudi menuduh Qatar telah mendukung gerakan Ikhwanul Muslimin yang dianggap teroris.

Secara bersamaan peristiwa ini menjadi ancaman penutupan operasi Al-Jazeera di Doha. Hal ini dikarenakan stasiun televisi tersebut lantang memberitakan perlawanan terhadap ancaman pada Qatar. Berita tersebut bahkan dibuat sesi khusus untuk membahas perkembangan krisis.

Namun, ancaman tersebut tidak memberhentikan kiprah Al-Jazeera dan Qatar pun berhasil keluar dari krisis dan saat ini telah memulihkan hubungan diplomatiknya dengan negara yang memblokade seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir.

Dengan begitu eksistensi Al-Jazeera di panggung internasional semakin gencar menyuarakan berita-berita yang kerap menjadi kontroversi hingga saat ini.

Muhammad Zulfikar Rakhmat merupakan Dosen Hubungan Internasional UII dan alumni jurusan Hubungan Internasional, Universitas Qatar.