Narasumber lain, Kepala Operasional LRC-KJHAM Witi Muntari memaparkan tentang berbagai kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, salah satunya adalah melalui teknologi digital atau medsos. Yaitu dengan diminta untuk mengirimkan foto yang berbau pornografi atau yang bersifat ancaman oleh Dosen, dengan alasan penilaian.
“Atas kondisi ini, penting untuk terus memperkuat Satgas PPKS pada perguruan tinggi,” tegasnya.
Sedang Siti Aminah Tardi, narasumber dari Komnas Perempuan Republik Indonesia mengatakan, Satgas PPKS di kampus harus melakukan suport atau sinergi dengan penegak hukum. Sehingga keduanya dapat melakukan kerja bersamaan, karena di Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Permendikbud Ristek) No 30 Tahun 2021, hanya bersifat tindakan administrasi, sedangkan aparat penegak hukum dapat bertindak di dalam konteks pidananya.
Disampaikan pula oleh Ami, sapaan akrabnya, bahwa UU No 12 Tahun 2022, tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebenarnya sudah dapat diterapkan, walaupun masih ada beberapa aturan turunan yang belum diselesaikan. Hal itu dibuktikan dengan adanya 3 (tiga) kasus yang sudah menggunakan atau menerapkan UU TPKS.
“Satgas PPKS di Unisbank ini agar mengutamakan atau pendekatan berbasis korban, karena merekalah yang merasakan bagaimana menjadi korban kekerasan seksual,” imbaunya.
Wenny Megawati Dosen Fakultas Hukum dan Bahasa sekaligus Sekretaris Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Unisbank menyatakan, dalam waktu dekat akan merekomendasikan mekanisme kerja semua tim satgas.
“Termasuk program peningkatan kapasitas bagi tim satgas. Hal ini menjadi penting agar satgas mempunyai perspektif untuk kepentingan korban,” tandasnya.
Absa