Oleh: Amir Machmud NS
TERCATAT baru Luka Modric, “manusia biasa” yang meraih Ballon d’Or, pada 2018. Dia “menyela” dominasi panjang Lionel Andres Messi dan Cristiano Ronaldo.
Dan, kini muncul Karim Mustofa Benzema, “ordinary people” lain yang mendapatkannya untuk periode 2022.
Penghargaan pemain terbaik dunia itu, pada 2008 hingga 2021 dikuasai oleh Messi dan Ronaldo. Kemaharajaan dua bintang itu hanya “terintervensi” Luka Modric yang moncer bersama tim nasional Kroasia di Piala Dunia 2018.
Pada 2020, striker Polandia dan (waktu itu) Bayern Muenchen, Robert Lewandowski sebenarnya pantas mendapatkan, namun kontestasi ditiadakan karena pandemi Covid-19.
Bintang Fungsional
Karim Benzema, yang menjadi pilar penting Real Madrid setelah Cristiano Ronaldo hijrah, termasuk kategori “bintang fungsional”. Skill-nya mumpuni, namun kehebatannya lebih tercetak dalam pengakuan statistik.
Dia bukan “jenis” bintang dengan performa naturalistik dan cenderung “alien” ala Messi. Bukan pula produk sikap spartan membentuk diri seperti Ronaldo.
Bukankah kita mengenal pemain dengan bakat lahir yang langka? Sebut misalnya Pele, Johan Cruyff, Diego Maradona, Roberto Baggio, George Weah, Zinedine Zidane, Ronaldo Luis Nazario, Ronaldinho, atau Leo Messi.
Di luar itu, beredar bintang-bintang yang “fungsional”. Mereka sangat berguna bagi tim, menonjol, namun tidak dengan sifat-sifat performa “magic”, “sihir”, dan aksi-aksi sirkus yang ajaib.
Di kancah Ballon d’Or terdapat nama-nama Lothar Matthaeus, Jean Pierre-Papin, Hristo Stoichkov, Mathias Sammer, Luis Figo, Michael Owen, Pavel Nedvev, Andriy Sevchenko, Luka Modric, dan kini Karim Benzema.
Mereka berkategori “manusia biasa”, seperti halnya posisi “fungsional” Ronaldo yang sering diperbandingkan dengan “ke-alien-an” Messi.
Ronaldo, yang meraih lima Ballon d’Or, diakui sebagai bintang produk konsistensi kedisiplinan berlatih, sedangkan Messi merupakan gambaran pemain natural yang “lahir sebagai bintang”. Kehebatan yang melekat pada keduanya adalah karunia produk latihan dan berkah bakat lahir.
Di Luar Edar
Kita tengok pula, di luar edar Ballon d’Or, terdapat talenta-talenta dengan karakter fungsional dan bakat alam.
Zlatan Ibrahimovic, Raul Gonzales, Gabriel Batistuta, Paul Scholes, Park Ji-sung, Didier Drogba, Samuel Eto’o, Wayne Rooney, atau Son Heung-min adalah sebagian dari puncak-puncak kemampuan yang berada di kelompok “produk bentukan”.
Pada orbit “penyihir”, sejarah mencatat sosok-sosok seperti Roger Milla, Enzo Francescolli, Pablo Aimar, Dennis Bergkamp, Thierry Henry, Ricardo Kaka, Robinho, Jay Jay Okocha, Mesut Oziel, Eden Hazard, Luis Suarez, atau Mohamed Salah. Mereka adalah “seniman” yang sering unjuk aksi-aksi ala sirkus.
Karim Benzema bukan tipe bintang yang sering ber-“bla-bla-bla” dengan kemampuan individu “tidak lumrah”. Dia bukan seperti Neymar Junior atau kompatriotnya di tim nasional Prancis, Kylian Mbappe; namun Benzema sering memainkan peran kunci sebagai penentu yang sangat fungsional. Tak sekali-dua kali dia bawa Madrid menjadi pemenang dalam sejumlah laga sulit.
Sejak tumbuh menyenangi sepak bola, Benzema adalah pengidola Ronaldo Luis Nazario. Teknik mengeksekusi peluang dia serap dari Sang Fenomenal asal Brazil itu. Sedangkan untuk sereening ball, dia berkaca kepada panutannya, Zinedine Zidane.
Benzema menjadi bagian dari contoh “kolaborasi bakat” antara Prancis dan Aljazair. Dari negara Afrika Utara itu, lahir banyak talenta hebat yang dibesarkan oleh sepak bola Prancis. Dari Zidane, Samir Nasri, Nabil Fekir, Kylian Mbappe, Riyad Mahrez, dan kini Karim Benzema.
Dia meraih Ballon d’Or bukan dari kelompok “alien”. Benzema adalah “ordinary people” yang mengawali era pasca-kemaharajaan Ronaldo dan Messi.
— Amir Machmud NS; wartawan suarabaru.id, kolumnis sepak bola, dan Ketua PWI Provinsi Jawa Tengah