“Pesantren misal dimasukkan dalam unsur pendidikan non formal, tetap saja hanya akan mendapat sebagian kecil dari jatah Rp 700 juta yang akan dibagi ke banyak unit pendidikan non formal,” jelasnya.
Sekretatris Fraksi PKB DPRD Kota Semarang Gumilang Febriyansyah Wisudananto mengatakan, dalam pos belanja Dinas Kebudayan dan Pariwisata juga tidak ada alokasi untuk pesantren. Padahal, pondok pesantren adalah pelestari budaya sejati. Ada pencak silat, kesenian musik tradisional, penulisan aksara pegon, Bahasa Jawa, budaya ungggah-unggah dan banyak lainnya.
“Itu semua diajarkan, dijaga lestari oleh setiap pondok pesantren. Khususnya Pesantren Salaf yang diasuh para kyai,” ujar Febri sapaan akrabnya.
Febri mengingatkan, Pemerintah Kota Semarang seharusnya mengalokasikan anggaran untuk pondok pesantren dengan item yang jelas dan rinci.
Hal itu bisa dimasukkan dalam Dinas Pendidikan, Dinas Kebudayaan, Dinas Koperasi dan UKM untuk program pengembangan ekonomi dan kewirausahaan, Dinas Pemuda dan Olahraga untuk pengembangan kepanduan, kepemudaan maupun prestasi olahraga dan dinas-dinas lain yang pasti sangat mudah dikaitkan.
“Pondok Pesantren terkait dengan pembangunan banyak sektor. Maka mestinya mudah membuat program berkait Pondok Pesantren,” tandasnya.