SEMARANG (SUARABARU.ID) – Terkait pengumuman pemerintah tentang kenaikan harga BBM bersubsidi jenis bio solar disambut baik oleh para pelaku usaha, khususnya para pengusaha angkutan barang.
Setelah beberapa waktu lalu dihadapkan oleh gonjang-ganjing pemberitaan diberbagai media, bahwa kuota BBM bersubsidi jenis bio solar hanya sampai akhir bulan Oktober tahun 2022 saja.
Menurut Wakil Ketua Bidang Angkutan Distribusi & Logistik DPD Aptrindo Jateng & DIY, Agus Pratiknyo, para pengusaha angkutan barang berharap dengan adanya kenaikan harga BBM jenis bio solar ini diiringi dengan kenaikan harga sewa ke konsumen yang sepadan, sesuai kalkulasi imbas kenaikan harga bio solar 32% ini akan berdampak pada kenaikan harga sewa konsumen sekitar 25%.
“Sehingga bisa menutup operational cost yang selama ini telah “Berdarah-darah” dan mendorong semangat untuk berinvestasi kembali di dunia angkutan barang,” kata Agus kepada Suarabaru.id, Minggu (4/9/2022).
“Keputusan kenaikan harga BBM yang telah diambil oleh pemerintah diharapkan juga diiringi dengan semangat dan komitmen pemerintah dalam memperbaiki tata kelola penyaluran BBM bersubsidi yang notabene kondisi saat ini morat-marit, dan kontraproduktif dengan aturan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah sendiri,” ungkap Agus.
Agus menyebut, penyaluran BBM bersubsidi khususnya untuk angkutan barang, hendaknya pemerintah perlu meluruskan kembali penerima subsidi yang berhak sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang telah dikeluarkan, yaitu kendaraan dengan tanda nomor warna dasar kuning.
“Diharapkan agar pada praktek di lapangan, penyaluran BBM bersubsi benar-benar tepat sasaran. Sehingga tidak lagi terdengar kondisi seperti akhir-akhir ini di beberapa stasiun pengisian bahan bakar minyak, banyak terjadi kendaraan angkutan barang antri berebut dalam pembelian BBM,” tandasnya.
“Begitu juga dengan kebijakan pembatasan pembelian disetiap SPBU yang membingungkan dan penggunaan persyaratan pembelian yang ribet seperti penggunaan aplikasi oleh para pembeli BBM bersubsidi cenderung tidak melihat kondisi faktual dilapangan. Pemerintah harus segera mengkaji ulang dan segera memastikan tidak ada lagi kondisi-kondisi seperti itu,” ujarnya.
Pihaknya berharap dengan naiknya harga BBM ini pemerintah juga mengantisipasi efek dominonya, karena pengalaman yang terjadi semua ikut “latah” dari efek kenaikan harga BBM bersubsidi.
“Semua ikut menaikkan harga, padahal jika dicermati beberapa harga di sektor tersebut hampir setiap periode telah menaikkan harga,” sambungnya.
“Jangan sampai kenaikan harga BBM ini hanya sekedar “obat penenang” yang hanya sesaat dirasakan untuk mengobati “luka” para pelaku usaha angkutan barang,” pungkas Agus.
Ning Suparningsih