blank
Prof Dr Mahfud MD menyampaikan materi dalam Kuliah Umum di Universitas Semarang pada Sabtu (3/9/2022). Mahfud didamping Rektor USM, Dr Supari ST MT dan Ketua Pengurus Yayasan Alumni Undip Prof Dr Ir Kesi Widjajanti SE MM 9paling kanan).

SEMARANG (SUARABARU.ID)- Politik hukum dan politisasi hukum merupakan hal yang jauh berbeda. Politisasi hukum adalah ketika hukum dibawa dan dijadikan isu politik.

Hal itu diungkapkan dosen Magister Hukum USM, Prof Dr Mahfud MD SH SU MIP dalam Kuliah Umum yang digelar Prodi Magister Hukum Universitas Semarang (USM) di ruang Conference Gedung Menara USM Prof Dr Muladi SH Jl Soekarno-Hatta pada Sabtu (3/9/2022).

Kegiatan yang dibuka Rektor USM, Dr Supari ST MT itu dihadiri antara lain Ketua Yayasan Alumni Undip Prof Dr Ir Kesi Widjajanti SE MM, Anggota Dewan Pembina Yayasan Alumni Undip Ir Soeharsojo IPU, dan para mahasiswa Magister Hukum USM.

Kegiatan dipandu oleh Kaprodi Magister Hukum USM Dr Drs Kukuh Sudarmanto SSos SH MH MM sebagai moderator.

”Misal ada orang bersalah, terus bisik-bisik ke DPR agar tolong DPR bisikin Polri, tolong bisikin Jaksa Agung agar tidak diadili, sehingga Polri-nya, kejaksaannya, pengadilannya, segan. Ini DPR loh yang minta, nanti kalau enggak anggaran dipotong misalnya. Itu politisasi hukum, bukan politik hukum,” tutur Menkopolhukam RI.

Menurut Mahfud MD, bisa juga kebalikannya. Ada orang yang tidak bersalah, kemudian terjadi sebuah peristiwa, yang benar itu disalahkan dengan cara politik.

”Politisasi hukum, ya hampir mirip lah dengan industri hukum,” kata Mahfud.

Mahfud menjelaskan, politik hukum adalah kebijakan resmi atau arah resmi tentang kebijakan hukum yang dibuat oleh negara. Hukum yang dibuat oleh negara untuk mencapai tujuan negara.
”Tujuan negara kita itu apa? melindungi segenap bangsa indonesia, membangun kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan seterusnya. Nah untuk mencapai ini dibuat hukum-hukumnya, ini namanya politik hukum untuk mengarah ke sini. Kebijakan hukum. Itulah legal policy, hukum yang harus dibuat untuk mencapai tujuan negara,” kata Mahfud MD.

Mahfud juga menyodorkan contoh dalam hal politik hukum. Politik hukum tak ubahnya perencanaan di dunia akademik. Seorang rektor akan berpikir bahwa, misalnya, di masa depan itu perlu banyak ilmu di bidang teknologi.

Dari sana muncul kebijakan bahwa di tahun tertentu harus ada berapa program studi bidang teknologi di kampus itu. Tahun berikutnya bertambah mencapai jumlah tertentu. “Itu namanya politik pendidikan,” kata Mahfud MD.

Dalam politik hukum, bisa muncul perencanaan. Misalnya, kata Mahfud MD, tahun depan akan membuat apa dalam hal hukum.
”Dari waktu ke waktu, apa yang akan dibuat, itulah politik hukum, legal policy. Politik hukum itu adalah kebijakan tentang hukum yang akan dibuat ke depan. Untuk apa? Untuk mencapai tujuan negara,” kata dia.

Dari situ, kata Menkopolhukam, maka muncul dalil bahwa kalau politik berubah maka hukumnya pasti berubah.

Mahfud MD menyodorkan momentum reformasi sebagai salah satu contoh dalil tersebut.

”Begitu pemerintah Orde Baru jatuh, kita reformasi, seluruh hukum Orde Baru kita ubah. Hukum Pemilu kita ubah, dulu Pemilu-nya tidak independen lembaganya, ubah. UU Kepartaian ubah, dulu hanya tiga, sekarang partai boleh banyak asal memenuhi standar tertertu. Dwifungsi ABRI cabut, ABRI atau TNI harus profesional, polisi pisah jadikan sipil. Begitu politik berubah, hukum berubah,” jelasnya.

Muhaimin