JEPARA(SUARABARU.ID) – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara perlu mengagendakan konsultasi ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait penghentian sementara pembangunan pagar taman budaya di Pakisaji.
Hal tersebut merupakan bagian dari rekomendasi yang akan disampaikan Komisi B kepada pimpinan dewan, terkait hasil audiensi yang diterima komisi tersebut, Jumat (2/9/2022) siang, di ruang rapat Komisi B. Audiensi diajukan 5 warga yang menyebut diri sebagai Aktivis Jepara. Mereka diterima Ketua Komisi B Nur Hamid bersama salah satu anggota komisi tersebut, Chairul Anwar. Dihadirkan juga sejumlah perwakilan unsur eksekutif terkait.
“Secara normatif, tentu konsultasi ke BPK diperlukan untuk memastikan, ada atau tidaknya norma yang dilanggar dalam penghentian sementara pembangunan pagar taman budaya tersebut. Ini akan kami rekomendasikan kepada pimpinan dalam laporan kami,” kata Nur Hamid.
Dalam laporan hasil audiensi yang akan disusun Komisi B, kata Nur Hamid, pihaknya juga akan merekomendasikan rapat kerja dewan dengan perangkat daerah terkait untuk membahas persoalan tersebut secara komprehensif. Itu diperlukan agar tidak ada pelanggaran hukum dalam pengambilan keputusan lanjutan terkait pembangunan tersebut.
Meneruskan keterangan yang diberikan unsur eksekutif, Nur Hamid menyebut, pembangunan pagar taman budaya di depan Bumi Perkemahan Pakis Adhi itu, saat ini belum berhenti dari sisi pekerjaan. Namun statusnya dihentikan sementara. Adanya pekerjaan yang masih berlangsung, karena saat keputusan penghentian sementara diambil, proses administrasi pekerjaan sudah berjalan 30 persen. Rekanan harus menyelesaikan proses pekerjaan, lalu berhenti sesuai nilai proses yang telah berjalan.
Sebelumnya, perwakilan Aktivis Jepara saat diberi kesempatan berbicara mempertanyakan alasan penghentian pekerjaan tersebut. Pasalnya, hingga pembangunan taman budaya itu muncul di APBD 2022, berarti sedah ada perencanaan matang, dan telah disetujui DPRD.
“Regulasinya seperti apa? Siapa yang berhak menghentikan pekerjaan yang sudah dilelang, ada pemenangnya, dan sudah proses dikerjakan itu?” tanya perwakilan aktivis, Muhammad Rumat.
Di tengah proses audiensi, wakil Aktivis Jepara lainnya, Bambang Budiyanto menambahkan, APBD bisa ditetapkan karena telah melewati persetujuan DPRD dalam menjalankan fungsi anggaran. Pihaknya tidak bisa memahami, APBD yang merupakan perda hasil putusan DPRD, ditabrak sendiri oleh kalangan legislatif, lalu ditindaklanjuti eksekutif. Padahal untuk menjadi sebuah kegiatan yang tertuang dalam APBD, muncul sejak perencanaan, masuk KUA PPAS, dibuat RKA SKPD, masuk ke RAPBD, lalu mendapat persetujuan.
“Tadi, kan, dijelaskan, penghentian sementara ini berawal dari rekomendasi DPRD (yang menyertai persetujuan) LPKJ Bupati tahun 2021, lalu ditindaklanjuti penghentian sementara oleh eksekutif,” kata Bambang Budiyanto.
Aktivis Jepara meminta dibuat keputusan hasil audiensi yang menyebut penghentian sementara pekerjaan tersebut merupakan rekomendasi DPRD. Namun Ketua Komisi B menyebut, pihaknya tidak berwenang membuat keputusan.
“Hasil audiensi ini akan kami laporkan kepada pimpinan dewan,” kata Nur Hamid.
Anggota Komisi B Chairul Anwar menambahkan, pihaknya tidak bisa seketika menerbitkan putusan hasil audiensi. “Perlu dilakukan diskusi lanjutan yang elegan, mengarah pada putusan demi kebaikan bersama,” kata Chairul.
Hadepe