Langkah ini diharapkan dapat mempercepat pembangunan proyek pengembangan lapangan gas, seiring dengan penemuan cadangan baru dalam bentuk gas yang semakin dominan. Hal ini juga akan mendukung kebijakan Pemerintah dalam pemanfaatan gas untuk industri domestik untuk meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional.

Saat ini terdapat penemuan cadangan baru dalam bentuk lapangan gas bumi dari hasil kegiatan eksplorasi migas namun proyek-proyek pengembangan lapangan migas tersebut beberapa tertunda diakibatkan belum adanya kepastian pasar atau buyer yang akan menyerap potensi produksi gas bumi tersebut.

Dukungan terhadap upaya akselerasi pemanfaatan gas disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eddy Soeparno ketika menyampaikan keynote speech dalam acara Gas Expo 2022. Eddy menyampaikan bahwa perkembangan EBT relatif masih sulit akibat political will dan isu investasi. “Pilihan logis adalah akselerasi pemanfaatan gas bumi. Berdasarkan estimasi dari Wood Mackenzie, untuk Indonesia demand gas dalam kurun waktu 20 tahun ke depan, masih akan tumbuh sekitar 2% per tahun”

“Pemanfaatan gas di domestik secara nasional harus di akselerasi, karena berdasarkan data dari Kementerian ESDM jika membandingkan data di tahun 2022 hingga proyeksi tahun 2030, dari jumlah proyek hulu migas yang ada saat ini serta potensi pasokan jauh diatas committed demand, apalagi contracted demand,” ujar Eddy.

Lebih lanjut, Eddy menambahkan bahwa jika melihat lebih spesifik lagi yaitu di Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka perbedaan antara proyek dan potensi dengan committed demand dan contrated demand juga besar. Ini butuh perhatian yang serius, karena Jawa Timur dengan telah selesainya proyek hulu migas dalam waktu dekat maka akan terjadi surplus gas.

“Pelaku usaha dan para pemangku kepentingan harus menangkap peluang ini, terlebih Pemerintah sudah jelas memprioritaskan pemenuhan gas untuk domestik dibandingkan diekspor. Tapi jika, serapan gas domestik tidak tumbuh signifikan, maka dimasa yang akan datang ada potensi yang diekspor akan membesar”, kata Eddy.

Pada kesempatan yang sama, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas Arief Setiawan Handoko menegaskan bahwa pertumbuhan serapan gas di domestik sangat rendah dibandingkan dengan peningkatan penemuan dan cadangan gas nasional sehingga membuat proyek pengembangan lapangan migas menjadi terhambat.

“Sejak 2012 pertumbuhan penyerapan gas di domestik secara rerata hanya tumbuh 1% per tahun. Angka ini lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional yang berada di angka 4% hingga 5%. Pertumbuhan penyerapan gas di domestik juga sangat jauh ketinggalan dengan target peningkatan produksi gas nasional sesuai Visi 2030 yaitu sebesar 12 BSCFD atau meningkat lebih dari 100% dibandingkan dengan produksi saat ini,” tegas Arief.

“Ketika SKK Migas dan industri hulu migas bekerja keras untuk mendorong peningkatan produksi gas hingga lebih dari 2 (dua) kali lipat tentu membutuhkan pertumbuhan penyerapan gas oleh industri dalam negeri yang lebih tinggi lagi,” kata Arief.

wied