“Ini tahun kedua panen, untuk harganya Rp13.000 sampai 15.000 per kilogram, hingga harga paling rendah Rp 5.000, jadi tergantung dengan besar kecil buahnya,” ujar Sulastri.
Dalam merawat tanaman jeruk, cukup dengan pupuk kandang. Dirinya tidak memakai pupuk kimia karena mahal dan sulit didapat. Sulastri kedepan ingin tanaman jeruk yang dikembangkan bisa menjadi wisata edukasi.
“Ini sudah dibuka untuk umum, kalau masuk masih gratis, dan nanti bisa petik sepuasnya,” kata Sulastri.
Pada kesempatan yang baik itu, Wakil Bupati Blora, Tri Yuli Setyowati ketika datang langsung ke kebun jeruk mengaku, senang melihat perkebunan jeruk di Desa Tempellemahbang, Kecamatan Jepon yang hasilnya luar biasa.
“Blora yang terkenal dengan tanah tandus ternyata bisa tumbuh dan rasanya tak kalah dengan jeruk dari luar daerah, dan tentu kami terus mendorong agar hasil jeruk organik yang luar biasa ini kalau bisa jangan hanya dijual begitu saja,” jelas Wakil Bupati Blora.
Dengan potensi lahan yang begitu luas, lanjut wabup, jeruk Tempellemahbang ini juga bisa dijadikan salah satu destinasi wisata petik buah, sehingga bisa menjadi daya tarik wisatawan untuk datang ke desa tersebut.
“Jika di Batu Malang Jatim ada petik apel, nanti mungkin di tempel sini bisa dikembangkan petik jeruk sehingga ada pemasukan lain selain dari penjualan buah jeruk, dan di tempel ini sudah ada seperti ini tentu bagus,” ungkap Wakil Bupati Blora.