WONOSOBO (SUARABARU.ID) – Profesor Ahmad Salabi dari Universitas Al-Azhar Kairo berkata:
..من العادات الاندونيسية تلك العادة التي يسميها الاندونيسيون “حلال بحلال”. اي اعف عني واعفوا عنك ولم ار هذه العادة في غير اندونيسيا من الدول الاسلامية. و اعتقد ان هذه عادة حسنة فان الانسان قد يخطء على اهله واصدقاءه وزملاءه خطاء صغيرا او كبيرا وقد ينسى ان يطلب العفو منهم
Artinya: Sebagian dari adat istiadat Indonesia mereka namakan “Halal Bi Halal”. Yaitu Anda memaafkan Aku dan Aku memaafkan Anda. Aku (Salabi) tidak melihat adat seperti ini di negeri-begeri muslim lain. Aku percaya adat ini baik, karena manusia kadang melakukan kesalahan dan kadang pula lupa meminta maaf… (Ahmad Salaby, Ad-Durus al-Lughah al-‘Arabiyyah).
Momentum 1 Syawal adalah Idul Fitri, dan sebagian masyarakat merayakan pada hari ke 8-nya setelah shiyam sunnah enam hari (Muslim, 1164). Pada tanggal 1-nya, mereka berbuka dan salat Idul Fitri tanpa merayakan.
Dalam istihlal itu, terjadilah ikrar untuk saling memaafkan. Memang acara seperti itu tidak ada diktum dari Nabi saw. sebagaimana ada muslim yang menentukan liqa’ atau daurah pada hari tertentu.
Filosofi halal bihalal, bahwa seluruh manusia itu berasal dari satu diri dan satu umat (QS. Al-Anbiya’: 92) yang diperintahkan oleh Allah SWT.untuk ta’aruf (Al-Hujurat: 13).
Ta’aruf “saling mengenal” itu artimya sangat luas dalam berbagai dimensi. Maka, tidak afdhal kalau silaturahim sebagai sarana ta’aruf dibatasi hanya pada rahim ke-1, rahim ke-2, rahim ke-3 saja.
Silaturahim adalah ibadah ghairu mahdhah berupa sambung rahim (embrio) jika retak atau putus dalam bersaudara. Sedangkan ta’aruf dengan semua manusia adalah perintah Al-Qur’an tanpa batasan (QS.Al-Hujurarat: 13).
Merupakan Doa
Substansi “Halal Bi Halal” adalah “Kupat”=ngaku lepat= ngaku salah= dosa. Atau laku papat (empat perilaku). Yaitu lebaran (selesai dari ramadhan), liburan (istirahat kerja), luberan (berbagi), laburan (memutihkan rumah) dan leburan (saling memaafkan).
Meminta dan memberi maaf adalah perintah Allah SWT. (Al-Araf: 199). Orang yang tidak pernah halal bi halal mungkin tidak sempat meminta maaf kepada orang yang pernah disalahi.
Atau tidak ada waktu untuk saling mengunjungi sehingga hidup ini semakin individualistis dan mendahulukan egonya. Memang ta’aruf bisa via medsos dll. Akan tetapi kesan psikologisnya sangat berbeda.
Dengan prinsip semua gerak-gerik muslim adalah ibadah (Ad-Dzariyat: 56), maka momentum ‘idulfithri oleh mayoritas umat Islam Indonesia dijadikan tonggak untuk bersilaturahim. Dan silaturahim sebagai ibadah ghairu mahdhah bersifat fleksibel.
Silaturahim tidak seperti ibadah mahdhah yang konstan. Maka kearifan lokal dari para wali menganjurkan muslim membuat makanan krecek-rengginang (sebagai simbol wajah ceria), jenang (lengket bersaudara), dan kue satu (bersatu).
Ketika jumpa setelah salam dalam silaturahim dan halal bi halal, yang pertama adalah doa untuk diterimanya shiyam, qiyam dan amalan lain di bulan ramadhan. Doanya tidak ada yang berasal dari Nabi saw. tetapi hasil kreasi sekelompok sahabat ra. yaitu:
“تقبل الله منا ومنكم”. Artinya: Semoga Allah SWT.menerima amalan ibadah saya dan anda. (Al-Asqalani, Fathul Bari 2/446).
Yang kedua, atau mengucapkan doa “Minal ‘aidin wal faizin” (Semoga kita kembali “fithrah” dan beruntung). Doa ini juga bukan dari Nabi saw.yang intinya agar bida kembali seperti ketika lahir tanpa dosa (Ibnu Majah, 1328; Ahmad, 1596; Nasai, 2180).
Konon hadits ini dha’if, tetapi ada syawahid yang senada yaitu hadits tentang diampuni dosa-dosa yang telah lalu berkat shiyam (Muttafaq ‘Alaih).
Wallaahu A’lam bis-Shawaab!!!
Dr. KH. Muchotob Hamzah MM, Ketua Umum MUI Kabupaten Wonosobo.