Pemerintah dan Parlemen Butuh Lebih Mendengar Suara Rakyat
JAKARTA (SUARABARU.ID) – Hasil survei yang dilakukan oleh Litbang Harian Kompas terungkap, bahwa mayoritas responden setuju terhadap pernyataan soal pemerintah yang lebih fokus membangun Ibu Kota Negara Nusantara dibandingkan membenahi kondisi ekonomi masyarakat.
Survei tersebut seharusnya menjadi catatan dan evaluasi bagi pemerintah.
‘’Dalam situasi ini, bertubi-tubi terkait ekonomi publik.
Yang pertama, pandemi memukul ekonomi menengah bawah.
Pedagang kecil yang berdagang di ruang publik yang mengharapkan kehadiran langsung.
Di sisi lain ada banyak persoalan ekonomi, berkaitan dengan hilangnya minyak bersamaan bersamaan dengan kebutuhan publik, lalu akibatnya ada kenaikan harga, kebutuhan dasar,’’ ujar Aisah Putri peneliti BRIN.
Menurut dia, suara masyarakat yang disampaikan lewat hasil survei tersebut seharusnya menjadi catatan dan evaluasi bagi pemerintah.
‘’Ini jadi catatan untuk pemerintah evaluasi juga, itu yang dipikirkan oleh publik, bahwa membayangkan pemerintah tidak fokus pada kepentingan publik untuk ekonomi tetapi membangun ibukota negara,’’ sebut wanita yang akrab disapa Puput ini.
Selain pemerintah, dia juga menyoroti parlemen yang seharusnya bisa mengawasi kebijakan pemerintah yang tidak esensial.
Ia pun berharap DPR yang kini dipimpin Puan Maharani mesti mampu untuk megoptimalkan pengawasan terkait nasib hajat hidup rakyat banyak ini.
“Seharusnya tetap ada fungsi pengawasan dan legislasi yang menyeimbangkan apakah memang bentukan IKN tepat dilakukan saat ini.
Apakah menggelontorkan uang untuk pemilu serentak secara bersamaan semua di tahun sama di 2024 bersamaan dengan IKN dipaksakan juga?
Paling tidak itu jadi evaluasi pemerintah dan parlemen,’’ tutup Puput.
Dalam catatan Puput, pemerintah dan parlemen kompak, gerak cepat mengesahkan UU IKN pada awal tahun ini.
Disisi lain, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan yang mendorong ekonomi rakyat misalnya Bantuan Subsidi Upah, BLT minyak goreng, Kartu Prakerja dan sebagainya.
“Namun sayang, berita baik tersebut kadang tertutupi dengan polemik politik macam presiden tiga periode dan penundaan pemilu.” (***)