KUDUS (SUARABARU.ID) – Anggota DPRD Kudus dari PKB, Siti Rohmah ternyata juga sambat atas kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Pasalnya, Rohmah sering mendapat keluhan dari ibu-ibu yang benar-benar kesulitan atas permasalahan minyak goreng
“Saya memang sering mendapat keluhan dari masyarakat terutama kalangan ibu-ibu terkait persoalan minyak goreng ini,”ujar Rohmah, Selasa (22/3).
Rohmah menyebutkan, minyak goreng adalah kebutuhan mendasar bagi masyarakat. Dirinya mengetahui betul bagaimana ibu-ibu dibuat pusing akibat persoalan minyak goreng yang terjadi saat ini.
Saat HET ditetapkan pemerintah sebesar Rp 14 ribu per liter, banyak ibu-ibu yang rela antre untuk mendapatkan minyak goreng. Namun, kini mereka dihadapkan dengan harga yang melambung setelah HET dicabut.
“Iya, sering mendapat keluhan dari ibu-ibu soal minyak goreng. Sebelumnya minyak goreng susah dicari. Sekarang setelah HET dicabut, barang ada tapi harganya mahal,”kata politisi cantik ini.
Atas kondisi tersebut, pihaknya mendesak pemerintah pusat maupun daerah untuk segera menyelesaikan persoalan ini. Bagi pemerintah daerah, harus ada pengawasan ketat agar tidak ada barang yang ditimbun di gudang-gudang distributor.
“Dengan harga yang tinggi saat ini, jelas menyusahkan masyarakat apalagi perekonomian warga masih belum stabil akibat pandemi Covid-19,”paparnya.
Rohmah juga minta agar Pemkab bisa memastikan ketersediaan stok minyak goreng karena saat ini sudah mendekati bulan Ramadan. Jangan sampai terjadi gejolak lagi akibat minyak goreng langka.
Senada, Ketua Fatayat NU Kabupaten Kudus, Nik Hayati menyebutkan persoalan minyak goreng saat ini memang banyak dikeluhkan ibu-ibu. Panic buying yang dilakukan ibu-ibu saat terjadi kelangkaan minyak goreng, merupakan hal yang wajar karena ibu-ibu pasti memiliki keinginan untuk memastikan bahan kebutuhan pokok sehari-hari tetap terjaga.
“Karena minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan dasar untuk rumah tangga,”ujarnya.
Nik Hayati menambahkan, harga minyak goreng kemasan selepas HET dicabut, saat ini sudah mencapai Rp 24 ribu sampai Rp 25 ribu per liter dinilai terlalu tinggi dan memberatkan masyarakat.
Kondisj tersebut membuat beban pengeluaran masyarakat terutama ibu-ibu harus naik siginifikan.
“Dibandingkan saat belum ada gejolak, per liter harganya berkisar Rp 12 ribu sampaj Rp 14 ribu. Tapi sekarang harganya sudah hpir dua kali lipat,”tandasnya.
Sementara, minyak goreng curah yang harganya ditetapkan Rp 14 ribu, pasokannya juga tidak stabil. Di beberapa pasar tradisional, stok minyak goreng curah seringkali kosong dan harganya di atas HET.
Oleh karena itu, Nik Hayati berharap pemerintah bisa segera melakukan langkah konkret untuk mengendalikan minyak goreng.
“Keinginan masyarakat bawah sederhana yaitu barang tersedia dan harga masih bisa terjangkau,”tukasnya.
Tm-Ab