Judul buku : KKN di Desa Penari
Pengarang : SimpleMan
Penerbit : Bukune Kreatif Cipta
Cetakan : Pertama, tahun 2019
Tebal : 260 halaman
KISAH di dalam buku ini berawal dari enam mahasiswa tingkat akhir dari sebuah universitas di Jawa Timur yang akan melaksanakan KKN di suatu desa terpencil di ujung provinsi tersebut. Keenam mahasiswa tersebut ialah Ayu, Widya, Nur, Bima, Wahyu, dan Anton.
Kisah mengerikan ini berawal dari Ayu dan kakaknya Ilham mencari desa yang cocok untuk dijadikan tempat KKN.
Ilham memiliki relasi di suatu desa terpencil memang desa tersebut sangat jauh dari ramainya Jawa Timur, berada di tengah hutan yang masih belukar dan akses jalannya pun hanya cukup dilalui oleh motor.
Ayu tertarik untuk menjadikan desa tersebut sebagai tempat KKN kelompoknya alasannya diperkuat saat kampusnya menerapkan standar tinggi bahwa apa yang mereka kerjakan harus membawa manfaat langsung secara langsung, sehingga mereka menyetujui bahwa desa tersebut menjadi tempat KKN.
Saat hari H keberangkaatan, Ayu dan kawan-kawannya berangkat ke tempat tujuan dengan mengendarai mobil pada pukul 11.00 WIB, perjalanan tersebut ditempuh selama 4-6 jam, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan pukul 16.00 WIB.
Karena akses jalan melalui hutan dan semak belukar sehingga rombongan Ayu dijemput menggunakan motor. Perjalanan kurang lebih 30 menit melewati hutan yang mulai gelap. Widya merasakan kejanggalan, ia mendengar suara gamelan dan melihat siluet seseorang yang sedang menari.
Widya mengira bahwa suara itu berasal dari desa tempat tujuannya. Sesampainya di desa, para warga telah menunggu dan menyambut kedatangan kelompok KKN. Namun, sesampainya di desa Widya tidak melihat keramaian dan suara gamelan tadi yang sempat ia kira berasal dari desa ini.
Pada keesokan harinya mereka diajak berkeliling desa oleh Pak Prabu, selaku kepala desa, desa ini benar-benar masih alami. Ketika bekeliling, banyak tempat yang dirasa ganjil oleh mereka.
Bima yang diam-diam menyukai Widya telah ditipu daya oleh jin. Bima bermimpi Widya terjebak di tapak tilas dengan banyak ular dan jin yang mengelilinginya. Tapak tilas merupakan tempat terlarang karena tempat itu adalah perbatasan antara manusia dan penunggu hutan di sana.
Bima harus memberikan mahkota lengan penari (kawaturih) kepada Widya untuk membebaskannya dan ia dapat menyukai Bima. Dia meminta tolong Ayu agar memberikan kawaturih itu kepada Widya.
Namun Ayu tidak memberikannya dengan alasan hilang. Hingga tiba disuatu malam, Widya mengikuti Bima pergi ke tempat terlarang itu “tapak tilas” sesampainya di sana Widya mendengar suara tangisan, orang tersebut ialah Ayu.
Atensi Widya beralih ke gubug kayu jati, ia mengintip melalui celah kecil. Widya terkejut melihat Bima sedang berendam di dalamnya bersama seekor ular besar. Melihat kejadian itu Widya lari ketakutan.
Para makhluk mengerikan itu menari dengan seorang penari di tengahnya, yaitu Ayu, Sehingga Ayu dan Bima terjebak pada perjanjian dengan jin yang berujung melakukan hubungan badan dan berimbas pada meninggalnya Ayu dan Bima.
Kelebihan
Penjelasan dan deskripsi suasana maupun perwatakan yang detail sehingga memudahkan pembaca untuk memahami penggambaran yang akan disampaikan oleh penulis dengan demikian, pembaca dapat menggambarkan kejadian yang terjadi saat itu. Deskripsi watak yang rinci sehingga pembaca dapat membedakan dengan baik antara pelaku yang satu dengan yang lainnya,
Penggunaan Bahasa Indonesia memudahkan pembaca yang tidak mengerti Bahasa Jawa. Dikarenakan cerita ini muncul dari latar belakang daerah Jawa, sehingga kejadian ini menggunakan Bahasa Jawa. Agar karya ini dapat dinikmati oleh khalayak luas maka, diubah ke dalam Bahasa Indonesia. Pengubahan Bahasa ini tidak menghilangkan aksen jawa, beberapa tetap ada.
Setting latar tempat maupun suasana terasa kuat karena penulis meyampaikannya secara detail sehingga pembaca dengan mudah menggambarkan peristiwa yang terjadi. Pembaca terbawa suasana yang memicu detak jantung meningkat, pelekatan latar setting yang sangat kuat membuat pembaca seperti berada di situasi itu.
Selanjutnya yang menarik dari novel ini ialah menggunakan dua sudut pandang orang yang berbeda, sehingga teka-teki misteri dapat terungkap berkat adanya penggambaran dua sudut pandang ini.
Kekuragan memakai dua sudut pandang orang yang berbeda juga menimbulkan kekurangan, karena latar setting dan alur yang sama, sehingga seperti diulang-ulang.
Evaluasi
Evaluasi untuk novel ini ialah cerita yang diangkat dari thread twitter tidak banyak diubah, dan beberapa perubahan diksi yang kurang tepat menjadikan atmosfer penggambaran suasana oleh pembaca kurang relevan dibanding dari thread twitter, kesan horor dan misteri pada buku ini juga dikurangi tidak sekompleks dari thread twitter yang ditulis SimpleMan.
Walau keseluruhan penggambaran latar setting yang luar biasa, tak jarang beberapa peristiwa penggambaran setting sedikit rancu sehingga membingungkan. Di lain sisi penggunaan Bahasa Indonesia dapat memudahkan pembaca dalam memahami cerita, akan tetapi hal tersebut memengaruhi kealamiahan cerita.
Penulis Putri Chindy Prastiwi, Mahasiswa FH Unissula.