blank
Ki Dalang Sahrul Oktavian Ramadan (Rama), saat menampilkan episode budhalan parajurit dengan menyisipkan adegan jenaka.

WONOGIRI (SUARABARU.ID) – Dua dalang muda, Sabtu malam (18/12) sampai Minggu dinihari tadi (19/12), menggelar pagelaran wayang kulit lakon Parikesirt Winisuda.

Pagelaran wayang kulit semalam suntuk ini, disajikan secara live virtual dari Ndalem Mardisuwitan Prof Sarwanto (Dosen ISI Surakarta), di Sendang Lanang, Lingkungan Kaloran, Kelurahan Giritirto, Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri.

Kedua dalang muda yang tampil, terdiri atas Ki Aldy Pratama (Mahasiswa ISI Surakarta) dan Ki Sahrul Oktavian Rama (Juara II Lomba dalang Wonogiri Tahun 2021).

Drs Bambang Mudjana dan Purwanto Lepo (ayah Ki Sahrul Oktavian Rama), menjelaskan, pagelaran wayang kulit secara virtual ini merupakan kerjasama Sanggar Panjiwulung dan Sanggar Siswantodumadi.

”Pagelaran wayang kulit ini, dalam rangka menyambut Tahun Baru 2022,” jelas Bambang Mudjana yang juga seniman dalang dan siswa senior pasinaon (kursus) pedalangan Sanggar Panjiwulung.

Pagelaran wayang kulit Lakon Parikesit Winisuda ini, disajikan dalam bentang kelir panjang. Yang memungkinkan dua orang dalang tampil sekaligus pentas di panggung, untuk saling membangun dialog menyampaikan antawecana percakapan anak wayang.

Adegan Jenaka
 
Untuk menyegarkan pentas, dalang menyajikan adegan gecul (jenaka) tidak saja pada episode Limbukan dan Gara-gara. Tapi saat budhalan prajurit di sesi awal pentas, ditampilkan gerak lucu, sebagaimana lazim disajikan oleh Dalang Setan Ki Manteb Sudarsono (Alm) yang piawi menyuguhkan sabet.

blank
Dua dalang muda tampil berduet pentas dalam satu kelir. Yakni Ki Aldy Pratama (kiri) dan Ki Sahrul Oktavian Ramadan (kanan)

Adegan gecul saat episode budhalan itu, seperti prajurit yang tidak segera berangkat, disanksi tendang. Prajurit yang tidak seragam terkena ‘screening’ dikeluarkan dari barisan.

Parikesit adalah putra tunggal Abimanyu (Cucu Janaka), yang tidak pernah melihat ayahnya. Karena lahir di hari terakhir Perang Baratayuda, selagi ayahnya telah lebih dulu meninggal di medan laga Kurukasetra.

Sebagai bayi, Parikesit, yang terlahir dari rahim Dewi Utari (putri bungsu Raha Wirata), telah membunuh Aswatama.

Waktu itu, Arjuna menaruh pusaka Pasopati di ranjang tempat bayi Parikesit berbaring. Ini menjadi kelaziman budaya Jawa, menaruh pusaka di ranjang bayi sampai usia 40 hari.

Ketika Aswatama berhasil menyusup (Aswatama Nglandak), berhasil membunuh Drestajumena, Pancala dan Srikandi. Giliran akan membunuh bayi Parikesit, mendadak anak Ambimanyu itu polah (gerak) kakinya mancal Pusaka Pasopati dan terpental mengenai leher Aswatma. Menyebabkan Aswatama yang Putra Begawan Durna ini tewas.

Beristri Lima

Setelah dewasa, Parikesit dinobatkan menjadi Raja Astina, menggantikan Prabu Yudistira. Sebagai raja, Parikesit bergelar Prabu Kresnadipanyana (nunggak semi nama gelar kakeknya, Begawan Abiyasa).

blank
Ki Dalang Aldy Pratama, menampilkan adegan perang tanding yang menyertakan tokoh wayang bersenjata gada.

Pada pemerintahan Prabu Parikesit, Kerajaan Astina dua kali mendapat serbuan musuh. Pertama, dari Kerajaan Sindukalangan, saat anak Jayadrata (Jayawikata) memberontak, tapi berhasil dikalahkan oleh Patih Dwara.

Kedua, serbuan dari Kerajaan Gilingwesi, ketika Prabu Watuaji yang berhasil menguasai pusaka Neggala milik Prabu Baladewa, berusaha memporakporandakan Astina.

Berkat pertolongan Begawan Curiganata (Baladewa setelah menjadi pertapa), bala prajurit Kerajaan Gilingwesi dapat dikalahkan dan Kerajaan Astina terselamatkan.

Parikesit memilik lima istri. Dari istri pertama, Dewi Puyangan, berputra Prawasta. Selanjutnya dari istri Dewi Gentang punya putri Dewi Tamioyi. Dari Dewi Satapi (Dewi Tapen) berputra Yudayana dan Dewi Prawasti. Dari Dewi Impun, memiliki putri Niyodi. Dengan Dewi Dangan, memiliki dua anak yakni Ramaprawa dan Dewi Wara Basanta.

Bambang Pur