JEPARA (SUARABARU.ID) – Kisah heroik yang dilakukan oleh M. Mu’in saat menghadang masuknya pasukan Belanda ke Jepara, memang tidak pernah dicatat sejarah. Padahal apa yang dilakukan oleh M. Mu’in meledakkan jembatan Bungo, membuat pasukan Belanda kalangkabut dan terkejut. Mereka tidak menyangka dari ujung selatan Jepara terdapat gerakan perlawanan sengit.
Perlawanan yang dilakukan oleh pemuda berusia 24 tahun dengan meledakkan jembatan Bungo, penghubung Kabupaten Demak dan Kabupaten Jepara tak hanya menggetarkan Belanda. Namun juga mampu menumbuhkan semangat dan keberanian para pejuang kemerdekaan kala itu untuk terus berjuang merebut kemerdekan bangsanya.
Kini yang tersisa hanyalah memori yang kian samar dari sebagian masyarakat “sepuh” Dukuh Sedandang, RT. 10 / RW. 03, Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung, Kabupaten, bahwa pada masa perjuangan merebut kemerdekaan ada putra desa yang telah mengorbankan jiwa dan raganya.
M. Mu’in lahir di Desa Sowan. Ia adalah putra bungsu dari 6 saudara anak Mbah Jasmani. Sedangkan kakak-kakaknya bernama Sutomo, Sukardan, Sukinah, Sukarman dan Sukarmi.
Namun paling tidak ada seorang sesepuh desa yang bernama H. Amin Masyhuri Ihsan yang masih ingat peristiwa heroik itu. Menurut cerita pria yang lahir tahun 1937 ini, ia melihat langsung iring-iringan penghantar jenazah M. Mu’in. Disamping itu ia juga mendapatkan cerita langsung dari almarhum Mbah Karmat yang menunggui jenazah M. Mu’in saat berada di balai pengobatan di Jepara.
Sekitar tahun 1941 menurut H. Amin Masyhuri Ihsan, M. Mu’in bersama pemuda pejuang menghadang masuknya pasukan Belanda dari arah Demak. Mereka meledakkan jembatan Bungo, yang melintasi sungai Wulan. “Harapan para pejuang, Belanda tidak masuk ke Jepara,” ujar H. Amin Masyhuri Ihsan.
Namun malang, M. Mu’in yang bertugas meledakkan jembatan justru menjadi korban ledakan. Ia kemudian dilarikan ke Consultatie Buereau, atau balai pengobatan yang terletak disebelah timur alun-alun Jepara. Rumah sakit ini hanya terdiri dari 3 bangsal ukuran 6 X 10 m, 2 ruang kebidanan, 1 ruang operasi ukuran 3 X 4 m dan 1 kamar bersalin. Kini balai pengobatan itu menjadi kantor Bupati Jepara.
Mu’in sempat dirawat selama kurang lebih 3 hari disalah satu bangsal Consultatie Buereau. Namun karena kondisi lukanya yang parah, nyawanya tidak dapat diselamatkan. Jazadnya kemudian dibawa ke desanya dengan diiring oleh para pejuang waktu itu. Diantara pengiring jenazah ada beberapa putri yang oleh masyarakat disebutnya sebagai Srikandi. Ia kemudian dimakamkan di area pemakaman keluarga Waliyullah Mbah Slebar di Dukuh Sedandang, Rt. 10 / Rw. 03, Desa Sowan Lor, Kecamatan Kedung. Pembaca doa adalah Kiai Mathori dari dari Surodadi
Beberapa tahun kemudian dibuatkan cungkup makam dan setiap tanggal 17 Agustus dalam catatan sejarahnya, senantiasa dikunjungi para tentara dan pejabat dari Kabupaten. Namun setelah meletusnya peristiwa G 30 S PKI tahun 1965, makam pejuang M. Mu’in bin Jasmani semakin terlupakan.
Bentuk rasa hormat
Tidak ingin jejak dan semangatnya benar-benar terlupakan, Drs. Abdurrozaq Assowy, M. MPd., menginisiasi renovasi makam M. Mu’in. “Ini sebagai bentuk rasa hormat dan terima kasih warga masyarakat atas perjuangan dan pengorbanan almarhum. Juga untuk menyambut Hari Pahlawan 10 November 2021,” ujar Abdurrozaq Assowy yang dikenal sebagai aktivis kebudayaan Jepara.
Karena itu pada nisan M. Mu’in diberikan tulisan M. Mu’in Pahlawan Perjuangan Kemerdekaan RI 1945. Disamping itu ada juga gambar Garuda dengan latar belakang bendera Merah Putih. “Kami ingin terus menghidupkan semangat dan pengorbanannya untuk bangsa ini,” ujar Abdurrozaq Assowy.
Sementara Petinggi Desa Sowan Lor, M. Hadiyanto mendukung adanya makam pejuang M. Mu’in. “Harapan kami nilai-nilai perjuangan yang diwariskan bisa menginspirasi para anak muda, agar menghargai jasa-jasa para pejuang kemerdekaan,” ujarnya.
Hadepe