blank
Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) saat melantik Ahmad Zaini (paling kiri), menjadi Rektor IAINU Tuban, Jatim, Kamis (28/10/2021). Foto: dok/ist

TUBAN (SUARABARU.ID)– Katib Aam PBNU, KH Yahya Staquf mengingatkan, agar semua perguruan tinggi (PT) yang ada di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), tidak hanya mengajarkan wacana-wacana intelektual. PT NU jangan sampai melupakan pengembangan sisi rohani bagi para mahasiswanya.

”Kita tidak boleh mengabaikan apalagi meninggalkan dimensi rohani dalam pendidikan anak-anak kita,” kata Gus Yahya, sapaan KH Yahya Staquf, saat memberikan sambutan pada upacara pelantikan Ahmad Zaini, sebagai Rektor Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban, Jawa Timur, Kamis (28/10/2021).

Dulu, imbuh dia, pesantren adalah lembaga pendidikan paling paripurna yang dimiliki umat Islam dan bangsa Indonesia. Di dalamnya diintegrasikan dimensi-dimensi kognitif dangan dimensi spiritual. Maka, santri bukan semata unggul secara akademis dan intelektual, namun juga mumpuni secara spiritual dan rohani.

BACA JUGA: Imbauan Ganjar di Libur Natal dan Tahun Baru, Apa Isinya?

”Dulu itu nggak ada santri yang tidak “sakti”. Kalau sudah jadi santri, hampir pasti juga “sakti”,” jelas putra almaghfurlah KHM Cholil Bisri Rembang itu.

Dia menyebut, KH Wahab Hasbullah, Rais Aam pertama PBNU sebagai contoh. Dikatakan Gus Yahya, selain masyhur sebagai akademisi paripurna, intelektual sejati, Kiai Wahab juga dikenal sebagai seorang pendekar pilih tanding di zamannya.

Lalu, kenapa bisa lahir orang-orang sekaliber Kiai Wahab, lanjut kandidat Ketua Umum PBNU ini, sebab dari awal pendiriannya, pesantren tidak mengenal istilah pemisahan antara pendidikan berdimensi kognitif dengan dimensi spiritual.

BACA JUGA: Volkswagen Jepara Gelar Ghatering Bersama Mercedez-Benz Club Jakarta

Di situlah, lanjut Gus Yahya, terletak inti dan tujuan dari pendidikan yang sebenarnya. Di situ jugalah muara semua ilmu pengetahuan. Yaitu ilmu yang mendatangkan manfaat, bukan saja untuk dirinya, tetapi lebih dari itu juga berguna untuk masyarakat dan lingkungannya.

”Jika IAINU gagal mengintegrasikan dua dimensi ini, maka gagal pula kita dalam menjaga dan meneruskan tradisi turots, warisan para pendiri NU, para kiai, ulama, dan guru-guru kita,” ungkapnya.

Riyan