blank

TEGAL (SUARABARU.ID) – Desa Lawatan, Kecamatan Dukuhturi, menjadi salah satu sentra pengrajin kok yang sudah ada sejak Tahun 1950-an. Bahkan, hampir 60 persen masyarakatnya bekerja menjadi perajin kok, selebihnya petani, pedagang dan buruh.

blank
DIJEMUR – Sutarjo, Kepala Desa Lawatan, Dukuhturi, Kabupaten Tegal, memperlihatkan bulu yang tengah dijemur. (foto: nino moebi)

Luas area Desa Lawatan 91,1 hektar terbagi sawah 56,6 hektar, ladang kering dan pemukiman 35 hektar.

“Sebanyak 3.000 orang menjadi perajin kok dari jumlah penduduk Desa Lawatan sebanyak 5.658 orang atau 60 persen,” kata Kepala Desa Lawatan Sutarjo

Dijelaskan, pendapatan Desa Lawatan 75 slop per rumah dalam 1 Minggu, dengan ongkos Rp 7.500 per slopnya. Rata-rata per bulan penghasilan pengrajin kok sebesar Rp 2.100.000 per rumah.

Untuk harga jual tergantung dari bahan baku, terendah Rp 30 ribu, harga kualitas sedang Rp 70 ribu dan harga tertinggi sebesar Rp 95 ribu sampai Rp 120 ribu.

Dalam sistem produksinya, perajin hanya merakit, proses pembuatan mulai dari pencucian bahan baku berupa bulu unggas, pengguntingan, penjahitan, pemasangan bulu hingga pembentukan kok dilakukan para perajin di Desa Lawatan.

Selama masa pandemi Covid-19 produksi kok tidak ada pengaruh. Malah justru bertambah, apa lagi menjelang kegiatan besar baik nasional maupun kegiatan internasional seperti kemarin piala Thomas Cup, produksi kok meningkat hingga 15 persen.

Hanya saja, para perajin masih kesulitan mendapatkan bahan baku, baik yang dari lokal maupun impor.

Sutarjo mengakui, bahan baku dari lokal justru kualitas bahan seperti bulu lebih baik dari pada bahan bulu impor.

“Namun karena kebutuhan bahan baku bulu lokal masih kekurangan maka perajin impor bulu. Itu saja masih kesulitan,” ungkap Sutarjo.

Nino Moebi