blank
Ketua DPRD Kudus Masan bersama anggota H Muhtamat, H Rinduwan dan Susanto saat meninjau proyek pasar Desa Jepang. foto:Suarabaru.id

KUDUS (SUARABARU.ID) – Pasar Desa Jepang yang dibangun dengan anggaran Rp 3,2 miliar akan menjadi pasar desa termegah di Kudus. Pemdes setempat menargetkan pasar ini bakal mampu menyetor pendapatan asli desa sebesar Rp 750 juta-Rp 800 juta per tahun.

Kepala Desa Jepang, Kecamatan Mejobo, Indarto mengatakan proyek pembangunan pasar Jepang saat ini sudah mencapai 70 persen. Pihaknya menargetkan proses pembangunan rampung pada pertengahan Oktober mendatang.

“Semoga progress bisa sesuai rencana sehingga pedagang bisa segera menempati bangunan baru,”kata Indarto saat mendampingi kunjungan Ketua DPRD Kudus, Masan yang didampingi beberapa anggota dewan lainnya di pasar Jepang, Minggu (19/9).

Baca Juga:

Penipuan Perekrutan CASN Bidan Dilaporkan ke Polres Kudus

Bioskop di Kudus Mulai Beroperasi dengan Prokes Ketat

Indarto menuturkan, pasar seluas sekitar 3.700 meter persegi itu akan menampung sebanyak 300 orang pedagang. Selama proyek berlangsung, para pedagang direlokasi ke lapangan persis di sebelah timur bangunan proyek pasar.

“Kapasitas sebanyak 300 pedagang baik yang di kios, los, maupun lesehan yang saat ini kami relokasi selama proyek berlangsung. Kalau jadi, mungkin pasar ini akan menjadi pasar desa termegah yang ada di Kudus,” katanya.

Hal tersebut sangat beralasan mengingat di Desa Jepang juga ada pasar Ndoro yang pengelolaannya di bawah Dinas Perdagangan Kabupaten Kudus. Namun, dilihat dari bangunan dan potensi, pasar Ndoro tersebut justru tak lebih baik jika dibandingkan pasar Jepang.

Indarto menyebutkan, anggaran sebesar Rp 3,2 miliar pada proyek itu merupakan hasil patungan Pemkab Kudus dan Pemdes Jepang. Pemkab Kudus mengucurkan bantuan keuangan sebesar Rp 2 miliar. Sisanya, kata Indarto, dianggarkan melalui APBDes.

Dengan potensi pendapatan yang mencapai Rp 750 juta hingga Rp 800 juta per tahun, pasar Jepang tersebut diharapkan mampu menggenjot Pendapatan Asli Desa serta menggairahkan perekonomian masyarakat.

Indarto menambahkan, bangunan pasar nantinya masih membutuhkan sarana pendukung seperti areal parkir dan pagar. Jika masih ada sisa anggaran, proyek yang dilaksanakan secara swakelola tersebut juga akan dilengkapi sarpras pendukungnya.

“Jika memang tidak ada, akan kami anggarkan tahun depan,” katanya.

blank
Pasar Jepang akan menjadi pasar desa termegah yang ada di Kudus. foto:Suarabaru.id

Sementara, Ketua DPRD Kudus Masan menuturkan, model kolaborasi penganggaran pada proyek pasar desa itu bisa dicontoh desa lainnya.

“Pemkab Kudus hanya memberi bantuan keuangan sebesar Rp 2 miliar, sisanya dianggarkan melalui APBes. Kolaborasi anggaran ini tentu akan menjadi pilot project (percontohan) bagi desa lain untuk membangun daerahnya,” kata Masan.

Masan yang datang dengan didampingi tiga anggota lainnya yakni H Muhtamat, H Rinduwan dan Susanto juga menyebut potensi pendapatan yang ditargetkan Kepala Desa, terbilang cukup besar dan akan menjadikan Desa Jepang akan menjadi desa mandiri.

Masan mengingatkan agar proyek yang dikerjakan secara swakelola itu dilaksanakan dengan benar secara kualitas maupun prosedurnya. Hasil proyek juga harus menjamin keamanan para pedagang.

Ia mencontohkan, sarana pendukung seperti saluran drainase, jalan, pemasangan instalasi kabel kelistrikan, dan keamanan seperti hydrant harus diperhatikan.

“Dari paparan kepala desa masih banyak infrastuktur pendukung yang perlu dukungan anggaran tambahan. Karena potensinya besar untuk menumbuhkan pelaku UMKM mandiri baru dan potensi menjadi desa mandiri, tentu DPRD akan mendukung penuh proyek seperti ini,” katanya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (Pemdes) Kabupaten Kudus Adi Sadhono menuturkan, bentuk kolaborasi anggaran pada proyek pasar desa di Desa Jepang itu adalah yang pertama dilakukan di Kudus.

“Jika memang hasilnya bagus, Pemdes lain tentu bisa belajar dan mengusulkan ke Pemkab untuk pembangunan di desanya masing-masing,” katanya.

Tm-Ab