JEPARA (SUARABARU.ID) – Pantai Selayar yang terletak di Desa Jambu, Kecamatan Mlonggo bagaikan mutiara yang belum digosok, hingga masih nampak kusam dan tak bercahaya. Bahkan dalam portal Kecamatan Mlonggo pantai ini belum disebut sebagai obyek wisata di wilayah tersebut seperti Empu Rancak, Pungkruk, Blebak, Pailus atau Ocean Park.
Padahal jika saja pantai ini disentuh oleh tangan-tangan kreatif, bisa menjadi destinasi wisata alternatif yang menjanjikan keindahan alam. Apalagi jika senja tiba. Dari pantai ini Nampak keindahan semburat warna jingga sang surya yang hendak kembali keperaduannya.
Itu pula yang membuat Sutrisno (45 th ), warga desa Jambu RT 21 RW 5 meninggalkan pekerjaannya sebagai sopir dengan rute Jepara – Semarang sejak setahun yang lalu. Sebab, pandemi membuat penghasilannya sebagai pengemudi tak pasti lagi.
Sutrisno dengan segala keterbatasannya kemudian membuat warung kecil dengan penutup terpal di pinggir pantai Selayar . Harapannya ia dapat mengais rejeki dari pengunjung dengan berjualan minuman dan jajanan. Ia juga mulai menata kawasan pantai tersebut hingga bertahap semakin baik.
Namun karena keterbatasannya, Sutrisno tidak bisa cepat berlari. Bahkan kemudian warung kecil yang terbuat dari bambu dan kayu bekas itu semakin rapuh dimakan waktu. Namun Sutrisno dengan setia menjaga pantai Selayar denga munajat dan ikhtiarnya. Ia ingin membangun mimpi, walau sendirian di pantai Selayar.
“Semoga kelak pantai ini bertambah baik dan tertata hingga banyak pengunjung yang datang untuk menikmati keindahannya,” ujar Sutrisno yang mengaku omset penjualannya setiap bulan mencapai Rp. 4 juta.
Mulai bulan Juni 2021 Sutrisno mengerjakan akses jalan sendiri. Menambal jalan dengan limbah kayu yang diambil dari warga. Selain itu juga pasir dan gragal dan kricak yg diambil di pinggir pantai. Ia masih saja bermimpi inginnya ada sentuhan pengelolaan di pantai Selayar berupa akses jalan, lampu, sarana prasarana, kebersihan, dan MCK.
Bermitra dengan TIM KKN Unisnu
Beruntung, di Desa Jambu datang Tim KKN Unisnu Kelompok 88. Tim yang terdiri dari Syarif Hidayatullah, Ayu Eka Wulandari, Salha Qodrun Nada, Azun Afroh dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Subhan Edi Susilo dari Hukum Keluarga Islam dengan dosen pembibing lapangan Aliva Rosdiana, S.S, M.Pd, ini kemudian menggandeng Sutrisno sebagai mitra.
Mereka memilih Sutrisno karena yang bersangkutan memang terdampak langsung pandemi. “Semula Pak Sutrisno adalah pengemudi angkutan umum. Namun saat ada pembatasan mobilitas, penumpang tak banyak lagi hingga penghasilannya menjadi tidak pasti,” ujar Aliva Rosdiana, DPL kelompok 88.
Pilihan untuk pindah mata pencaharian adalah pilihan yang tidak mudah. “Apalagi ia mulai merintis usaha baru di sebuah sebuah tempat wisata yang masih belum dikenal banyak orang. Padahal jika ditata dengan baik pantai Selayar memiliki prospek yang lumayan,” ujarnya.
Kini dengan sentuhan tangan kreatif mahasiswa Unisnu dari kelompok 88, warung Sutrisno nampak berubah semakin cantik. Atap yang semula terbuat dari terpal diganti dengan daun welit dari tanaman rembulung hingga terkesan lebih alami. Juga ada tempat sampah dari bekas kaleng cat bekas yang di cat oleh para mahasiswa serta banner menu makanan dan minuman yang dijajakan.
“Harapan kami, dengan penataan ini omset penjualan pak Sutrisno dapat meningkat. Dengan demikian akan meningkat pula kesejahteraannya,” ujar Aliva Rosdiana.
Alvaros – hadepe