Oleh : M. Iskak Wijaya
Seri #3 ini merangkum buku yang berjudul “COVID-19: Perspektif Agama dan Kesehatan”, yang ditulis oleh 18 intelektual dan praktisi dari Agama Hindu.
Melihat penularan Covid-19 yang makin sangat massif, diperlukan kemampuan diri manusia untuk tetap sehat, baik sehat mental maupun fisik. Secara psikologis, mereka yang sakit terkena Covid-19 dan juga masyarakat luas, mengalami depresi, stress, dan kecemasan.
Diperlukan sikap individu yang sehat mentalnya yaitu mereka yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan, berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup yang bahagia.
Guna menjaga imunitas manusia untuk tetap sehat, dalam pandangan Hindu terdapat berbagai cara yang dapat dilakukan, baik melalui praktik yoga, hidup sehat dengan ramuan jamu, maupun praktik ritual dan lain-lain.
Di dalam buku ini, salah satu praktik utama dalam membangun kekuatan fisik maupun mental adalah ajaran teknik yoga. Praktik ini bisa dilakukan sendiri di rumah. Berbagai teknik yoga dijelaskan secara cukup terinci, dilengkapi dengan gambar dan ilustrasi untuk mempermudah pelaksanaannya.
Teknik yoga dilakukan dalam upaya menjaga kebugaran badan agar senantiasa sehat dan tersalurkannya energi positif melalui berbagai gerakan asanas. Kelancaran saluran darah dan pernafasan menjadi kunci untuk tetap sehat.
Beberapa teknik yoga yang disampaikan adalah:
YOGA ASANAS SURYA NAMASKARA. Tahap yang dilakukan adalah: a. “Dhyana” atau meditasi; b. Doa bersama sebagai pengantar untuk memohon kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa; c. Pranayama yaitu teknik mengendalikan pernafasan; dan d. Gerakan Inti Surya Namaskara
Gerakan inti dari yoga asanan surya namaskara adalah: 1. Pranamasana (posisi berdoa) 2. Hasta Uttasana (posisi tangan diangkat) 3. Padahasatasana (membungkuk hingga mencium lutut) 4. Asva Sancalanasana (posisi menunggang kuda) 5. Parvatasana (Posisi gunung I) 6. Astanga Namaskara (posisi sujud) 7. Bujangsana (posisi ular) 8. Parvatasana (posisi gunung II) 9. Asva Sancalasana (posisi menunggang kuda) 10. Padahastasana (posisi membungkuk hingga mencium lutut) 11. Hastauttanasana (posisi mengangkat tangan) 12. Pranamasana (posisi berdoa).
Selain praktik yoga tersebut, ada praktik asana yang dikenal luas oleh masyarakat yaitu: HATHA Yoga, VINYASA Yoga, ASHTHANGA Yoga, IYENGAR Yoga, HOT Yoga, KUNDALINI Yoga, PRENATAL Yoga, dan YIN Yoga.
Implikasi dari seluruh latihan Yoga terhadap imunitas tubuh akan terkait dengan: 1. Konsumsi gizi seimbang; 2. Aktivitas fisik/senam ringan; 3. Istirahat cukup; 4. Suplemen vitamin; 5. Tidak merokok; dan 6. Mengendalikan komorbid (misal diabetes mellitus, hipertensi, kanker).
Secara praktis, di dalam buku ini juga disampaikan tahapan yoga, seperti tahapan pembukan berupa doa dan pemanasan (stretching), kemudian tahap inti berupa praktik surya namaskara disertai beberapa asana seperti vrksasana, trikonasana, vira bhadrasana, ardha mastsyendryasana, pascimottanasana, sasankasana, cakrasana, dan sirsasana. Yang kemudian diakhiri dengan relaksasi dalam sikap savasana.
Selanjutnya pada tahap penutup akan dilaksanakan latihan pranayama meliputi surya bheda pranayama, ujjayi pranayama, dan bhramari pranayama. Kemudian dilanjutkan dengan terapi telapak tangan serta doa penutup.
Latihan yoga yang dilakukan secara rutin akan mampu membawa keseimbangan, keselarasan dan ketenangan pada tubuh. Hal ini akan memicu kesehatan tubuh secara menyeluruh (fisik, mental, dan spiritual). Bhuana alit yang seimbang akan mampu membentengi dari berbagai energi negatif (termasuk penyakit). Dengan tubuh yang sehat disertai imunitas yang bagus maka senjata utama untuk melawan penyebaran Covid-19 sudah dimiliki.
Selain yoga, umat Hindu khususnya di Bali juga melakukan ritual. Salah satunya menyiapkan banten atau sesaji. Banten Pejati adalah nama Banten atau upakara yang sering dipergunakan sebagai sarana untuk mempermaklumkan tentang kesungguhan hati akan melaksanakan suatu upacara, dipersaksikan ke hadapan Sang Hyang Widhi dan prabhawa-Nya. Banten Pejati ini dilengkapi dengan bungkak gadang atau bungkak gading di masing-masing merajan atau sanggah keluarga.
Unsur-unsur dari banten pejati adalah daksina, peras, penyeneng, tipat kelanan, sodaan, dan segehan. Di lebuh pekarangan menghaturkan nasi wong-wongan dengan ulam bawang jahe, dan uyah atau garam. Kemudian alasnya adalah muncuk daun pisang (don telujungan). Dengan ketentuan, kepala berwarna putih, tangan kanan warna merah, tangan kiri warna kuning, badan (manca warna) dan kaki warna putih.
Secara keseluruhan, rangkaian upacara yang melibatkan nasi wong-wongan ini disebut “nangluk mrana”, yaitu upacara yang ditujukan untuk menangkal atau mengendalikan gangguan-gangguan, seperti penyakit pada tanaman, hewan, maupun manusia. Dalam hal ini, gangguan yang dimaksud yaitu pandemi COVID-19.
Sebenarnya, ritual nangluk mrana ini rutin dilakukan pada tilem sasih kaenem atau pada bulan baru di bulan keenam kalender Bali. Namun karena wabah pandemi COVID-19 ini, masyarakat melakukan ritual pada saat ini. Nangluk mrana juga diartikan upacara untuk mencegah atau menghalangi hama atau penyakit, atau disebut juga ritual penolak bala.
Terdapat filosofi dalam agama Hindu yaitu “Tri Hita Karana” yang diterapkan dalam usahatani terintegrasi dalam menyediakan pangan sehat, pasca Pandemi Covid-19 (New Era Normal), yang berbentuk teknologi fermentasi limbah ternak sapi dan manajemen kalender tanam padi –palawija.
Filosofi Tri Hita Karana terdiri dari tiga aspek: yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam
merupakan salah satu bentuk bukti nyata yang dilakukan petani dalam menjaga keseimbangan alam.
Selain ritual, masyarakat Hindu juga menyiapkan ramuan herbal atau jamu sebagai pendamping vaksin. Ada 3 jenis tumbuhan yang menjadi primadona untuk diolah menjadi jamu, yaitu: kunyit, temulawak, dan jahe merah. Telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap ketiga tumbuhan ini. Kunyit, temulawak, dan jahe merah mengandung senyawa-senyawa yang dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan juga sebagai antioksidan sehingga dapat meningkatan sistem imun tubuh dari serangan infeksi berbagai penyakit termasuk dari infeksi virus.
Ada satu artikel tentang “Paradoks Stockdale” sebagai langkah preventif dalam penanganan kepanikan pandemi Covid-19 dalam perspektif bimbingan konseling preventif. Stockdale sendiri diambil dari salah satu mantan Wakil Laksamana Angkatan Laut Amerika Serikat yang dikirim ke perang Vietnam. Dia mendapatkan bintang penghargaan Medal of Honor dalam Perang Vietnam, di mana saat itu ia pernah menjadi tahanan perang.
James Stockdale adalah seorang pilot tempur yang ditembak jatuh di Vietnam. Ditangkap dalam perang Vietnam, disiksa selama 8 tahun, sampai cacat, pincang dari tahun 1965-1973
di Hanoi Hilton. Namun pada akhirnya ia mampu keluar dari tahanan dan bisa dikatakan “menang”, padahal di saat-saat seperti itu sangat sulit mendapatkan kepercayaan pada diri sendiri, apalagi meyakinkan orang lain bahwa “kita akan lolos”.
Salah satu pelajaran yang paling berkesan dan menginspirasi setelah membaca buku dari Jim Collins, “Good To Great” menceritakan Stockdale ditawan tanpa hak tawanan dan tanpa tahu kapan dia keluar. Ada beberapa fenomena tawanan perang terkait sikap mental, yaitu:
- Bahagia: Menerima keadaan dengan bersyukur.
- Positif: Menerima keadaan dengan bersyukur dan tetap mau maju.
- Pesimis: Merasa kenyataan yang buruk tidak akan berakhir.
- Positif: Berani menatap kenyataan yang buruk tanpa kehilangan harapan.
- Optimis: Pasti. Ketika terjadi yang tidak diharapkan sering kecewa.
- Positif: Siap akan ketidakpastian, apapun yang terjadi orang positif terus mau maju.
Pencegahan terhadap kepanikan akibat pandemi Covid-19 menerapkan pandangan “Paradoks Stockdale” masyarakat perlu optimis bahwa pandemi ini akan berakhir suatu saat nanti. Namun, kita juga perlu menghadapi realitas brutal bahwa di Indonesia pandemi masih berlangsung dan belum mencapai puncaknya.
Dalam agama Hindu, Kitab Suci Weda menyebutkan beberapa strategi untuk tetap sehat dalam menghadapi pandemi Covid-19, seperti “apah therapy” – mengkonsumsi air putih, “hydro therapy” – mandi membersihkan diri menggunakan air, “colour therapy” – menggunakan sinar matahari untuk membunuh kuman menular.
Juga “mantra therapy” – menggunakan mantra atau doa pujaan untuk menghalau dan menyembuhkan penyakit, “bhoga therapy” – terapi makanan dimana makanan yang dikonsumsi harus sehat dan bergizi, “mind therapy” – pengendalian pikiran pada hal-hal yang positif dan sehat serta “social therapy-samsarga” – menjalin hubungan sosial yang bersinergi dengan kondisi.
Praktik kehidupan masyarakat Hindu dalam menghadapi pandemi secara langsung dapat dilihat misalnya dalam pelaksanaan Hari Raya Nyepi yang tetap mematuhi prokes dan ketentuan dari pemerintah maupun lembaga agama Hindu pusat. Contoh lain adalah pelaksanaan latihan kumite pada olah raga karate yang diselenggarakan sesuai dengan prosedur dan protokol yang berlaku.
Seri berikutnya tentang “Menghadapi Pandemi Perspektif Masyarakat dan Hukum Adat”.
M Iskak Wijaya, adalah budayawan dan aktivis perdamaian lintas agama.