blank
Ilustrasi PPKM darurat/suara surabaya

Oleh: JC Tukiman Tarunasayoga

blank
JC Tukiman Tarunasayoga

Sabtu kemarin secara nasional ada Gerakan 10:07, yakni ajakan agar pada pukul 10:07, orang Indonesia dimana pun sedang berada, berkenan berhenti sejenak untuk berdoa bagi para korban atau penderita Covid -19, dan memohonkan berkat khusus agar para dokter, perawat, nakes lainnya dan pihak Puskesmas maupun rumah sakit dan sejenisnya diberikan kekuatan ekstra, ketabahan dan terhindar dari Covid -19. Angka 10:07 menyiratkan tanggal 10 (sepuluh) bulan ke tujuh, yakni Juli.

Itulah yang disebut nembung alus, meminta secara halus lewat doa pribadi atau lebih-lebih bersama. Doa, selain sebuah pujian syukur kepada Allah, juga sangat sering berupa sekumpulan permohonan, panyuwunan; nembung alus kepada Sang Khalik, dan dalam konteks gerakan 10:07 nembung alus massal dilakukan karena kegentingan situasi dan kondisi kesehatan masyarakat Indonesia akibat terdampak Covid -19.

Masih mampu nembung alus, itu berarti betapa masih tingginya kesadaran kita bersama tentang pentingnya doa dalam kehidupan ini. Artinya, kita masih memiliki energi positif yang dapat dioptimalkan untuk melakukan sesuatu, dan dalam hal ini untuk “menghalau” Covid -19.

Dengan kata lain, gerakan 10:07 bukan sekedar gerakan doa bersama, melainkan sebuah upaya menghimpun energi sosial nasional lewat tembung, secara verbal.

Non verbal

Apabila gerakan verbal “kandas,” ada local wisdom yang sebenarnya gegirisi, menakjubkan, yakni gerakan non verbal dengan cara nundhung, yakni mengusir, memaksakan harus pergi tanpa perlu berkata-kata banyak.

Itulah senjata pamungkas secara spiritual, yakni “Ora perlu tembung, ora perlu lawung, tundhung!” karena memang sudah kehabisan kata-kata lagi, dan yang tersisa adalah “tenaga dalam” untuk mengusir dan menghalau.

Baca Juga: Wayahe-wayahe, Sungsang Buwana Balik

Pernah Anda bertemu seseorang bernama Buang, Beja, Darwis, atau Uwuh, dan bisa juga bernama Larahan, termasuk juga nama-nama binatang langka, semisal Codot, bahkan Lingsang?

Nama-nama seperti itu umumnya bukan nama asli seseorang, namun nama yang menggambarkan riwayat kesehatannya. Nama aslinya sangat boleh jadi Eko Banjaransari, tetapi sejak kecil sakit-sakitan tidak kunjung sembuh padahal segala upaya menyehatkannya sudah ngentekke sawah, menghabiskan sawah karena dijual untuk berobat.

Senjata pamungkas secara spiritual ketika orang tua sudah kehabisan kata-kata doa, anak itu “dibuang” misalnya di pinggir jalan, lalu tidak berapa lama tenggang waktunya, ada budhe lewat seraya berteriak: “Aku nemu bayi dbuang;” lalu ia memberinya nama Buang.

Ada contoh lebih sarkastis lagi, yakni si kecil sakit-sakitan itu sengaja “disumpah-serapahi” oleh orangtuanya seraya berkata-kata agak keras dan kasar: “Wis luweh, darwis,” atau ada juga: “Dasar wedhus” dan selanjutnya panggilan Darwis atau Wedhus yang “dipakaikan” kepada si kecil sakit-sakitan itu. Ehhhhh……..puji Tuhan justru anak tumbuh semakin sehat.

Itulah local wisdom dan the power of kepepet yang dapat, bahkan harus muncul pada saat kondisi paling parah dan seolah sudah tidak ada lagi energi sosial.

Maksudnya, Covid -19 pada akhirnya harus kita “usir” menggunakan energi spiritual kearifan local masing-masing daerah. Model “sumpah serapah” dan diganti nama terjelek, dapat saja dilakukan; sama halnya ditabuh genderang perang dan alat tetabuhan lain secara bertalu-talu, silahkan.

Ada juga mungkin kenthongan dibunyikan serentak dan beruntun seraya orang teriak-teriak mengusir, silahkan saja dilakukan.

Pada intinya “Ora perlu tembung, ora perlu lawung, tundhung!” menggambarkan betapa kita jangan pernah kehabisan akal dan harapan melawan keganasan Covid -19, karena masih ada banyak local wisdom yang justru akan mampu menghimpun kekuatan spiritual luarbiasa. Tidak perlu banyak berkata-kata lagi, usir sajalah.

Karenanya, pembaca yang rasa-rasanya sudah sampai ke tahapan geregetan menghadapi Covid-19 berhubung wis entek tembung aluse, berteriaklah dan tundhungen si Covid -19 keparat itu: Lunga……lunga…….ora gelem lunga, ayo minggat……minggat!!!

(JC Tukiman TarunasayogaPengamat Kemasyarakatan)