KESIMPULAN bahwa sumber penyakit itu 90 persen dari pikiran, perlu dikaji ulang, terutama pada masyarakat pedesaan. Misalnya, ada warga mengalami “gangguan jiwa” penyebabnya bukan faktor pikiran, melainkan jatuh dari pohon, kepala diseruduk sapi, dsb.
Pada masyarakat tradisional, orang tidak banyak mikir soal kehidupan. Penyakit mereka lebih dominan faktor luka, racun, kurang atau salah makan, iklim, keterbatasan pola pikir yang memengaruhi fisik dan psikisnya.
Tahun 70-an rumah keluarga saya digunakan untuk Puskesmas desa. Pernah ada warga yang sebelum berobat debat dulu dengan mantri, karena saat ditanya sakitnya apa, dia menjawab kesambet (kesurupan).
Ketika diberi pemahaman Pak Mantri, dia ngeyel. ”Sampeyan tidak percaya barang gaib ya?”
Yang membuat kami tertawa itu, kalau dia meyakini sakitnya karena gangguan roh halus, kenapa mendatangi mantri, harusnya ke dukun.
Sedangkan penelitian psikosomatik, sampel yang diteliti, analisa saya dari kalangan orang yang lebih mengikuti gaya hidup, dan bukan kebutuhan hidup layaknya warga pedesaan.
Kiblat Barat
Ilmu kedokteran kita kiblatnya ke barat, jadi hal yang berkaitan dengan energi, termasuk masalah metafisika belum jadi kajian. Konsep tentang (kesehatan) batin dipengaruhi pikiran, dan itu bersumber dari ajaran agama. Maka untuk kehidupan yang lebih baik, pikiran perlu diperbaiki dulu.
Salah satu pencegahan penyakit bagi kelompok masyarakat tertentu lebih efektif dengan memperkuat antibodi melalui relaksasi, meditasi, olah spiritual yang mudah diterima pikiran mereka. Semakin sesuai dengan pola pikir, mereka lebih merasa terlindungi.
Stres adalah reaksi tubuh ketika sedang menghadapi tekanan, ancaman, atau adanya perubahan pada lingkungan. Secara umum, penyebabnya adalah khawatir, banyak tekanan dan tidak memiliki kemampuan mengatasi masalah.
Orang dalam kondisi stres menunjukkan gejala mudah lelah, sulit berkonsentrasi, mudah marah, khawatir, cemas, dan sulit tidur. Dan jika berkepanjangan bisa menyebabkan penyakit jantung, depresi dan gangguan pada imun.
Pengobatannya bisa dengan menerapkan pola makan, olahraga, mengurangi kafein, tidur cukup, beraktivitas yang berkaitan hobi, menghindari obat terlarang, relaksasi, zikir, meditasi, aromaterapi, dan membiasakan berpikir positif, karena secara umum –disebut 90%– penyakit itu dari pikiran.
Kesimpulan itu masih dipertanyakan karena persentasenya dianggap masih terlalu besar, seolah penyebab lain tidak ada. Apalagi jika merujuk dari At-Thibbun Nabawy, sumber penyakit itu dari: racun, luka, iklim, salah makan dan gangguan ruh, termasuk racun, luka.
Tentu, hasil penelitian bisa berubah tergantung di mana survei itu dilakukan. Namun secara pribadi saya setuju pendapat pengaruh pikiran sangat memengaruhi seseorang. Misalnya, dalam sebuah penelitian yang dilakukan pada para pengemudi transportasi umum.
Oleh perusahaan mereka disuruh perusahaannya memotret setiap ada kejadian kecelakaan, kemudian foto-foto itu dipajang di pool perusahaan. Yang kemudian terjadi? Ternyata pemasangan foto itu berpengaruh munculnya kecelakaan berikutnya, dan bukan menguranginya. Fenomena ini terjadi karena sifat pikiran lebih fokus apa yang sering dipikirkan, baik itu hal baik atau sebaliknya.
Masih berkaitan pola pikir, terlepas dari takdir Tuhan, ada pertanyaan mengapa banyak orang meninggal pada usia tertentu?
Mungkin saja karena orang itu sering “ingin mati” secara tidak disadarinya. Mereka sering mendengar dan mengucapkan, Nabi saja meninggal usia 63 tahun, maka banyak orang meninggal pada sekitar usia itu.
Sebaliknya, pada masyarakat tertentu yang mewarisi dan mengamalkan tradisi kuno, seperti Ajian Cocak Ijo, Panjotho Kleyang, atau wirid khusus yang diamalkan para santri, ahli hikmah, diantaranya wirid “Payung Rasul”, dsb.
Mereka bukan hanya panjang umur, insya Allah, penyakit pun menjauh sesuai kekuatan istikamah dalam mengamalkannya. Kesimpulannya? Semua kembali pada pikiran kita itu mau diprogram. Demikian juga saat kita sakit, mungkin saja kita berpikiran secara bawah sadar (subconsiousnus mind) menginginkan sakit atau kena penyakit, walau secara pikiran sadar tidak menginginkannya.
Contoh, ada yang sakit perut saat diminta melakukan suatu pekerjaan. Bisa jadi karena saat disuruh itu dia sedang tidak nyaman melakukannya sehingga menyebabkan dia sakit. Mungkin karena faktor hukum Law of attraction atau daya tarik menarik, karena manusia menarik apa yang sering dipikirkan.
Dan apa yang dipikirkan itu berdampak kepada diri mereka. Misalnya, orang yang sangat meyakini hari baik – buruk seputar pernikahan, biasanya malah kena efek balik dari apa yang diyakininya. Kenapa?
Karena ramalan itu versinya berbeda-beda sehingga menimbulkan keraguan, sehingga dampaknya kadang mereka jarang yang menikah sekali jadi akibat menerima banyak masukan dari orang yang dianggap bisa “menentukan” nasib mereka.
Saya setuju adanya korelasi antara pikiran dengan fisik karena itu berdasarkan riset dan juga terinspirasi konsep pemikiran agama yang pertama kali mencetuskan, segala sesuatu bermula dari pikiran. Dan korelasi dari pikiran, apakah itu positif atau negatif berdampak bagi kehidupan.
Masruri praktisi dan konsultan spiritual tinggal di Sirahan, Cluwak, Pati