blank

JEPARA (SUARABARU.ID) – Meningkatnya penyebaran kasus Covid-19 di Jepara akhirnya membuat Bupati Jepara bersama Dandim 0719 Jepara, Kapolres, Ketua DPRD, Kepala Kejaksaaan Negeri  dan Kepala Kantor Kementerian Agama  membuat kesepakatan bersama tentang larangan kegiatan sosial  budaya dan keagamaan  saat Kabupaten Jepara berstatus merah pandemi Covid-19.

Kesepakatan bersama yang berisi 4 poin tersebut dibuat  berdasarkan hasil rapat Forkopimda tanggal 14 Juni 2021 sebagai tindak lanjut pengarahan Presiden RI  kepada 4 guburnur  dan 10 Bupati/Walikota se Indonesia pada hari Senin tanggal 14 Juni 2021.

Kesepakatan ini ditandatangi oleh Bupati Jepara Dian Kristiandi, Dandim 0719 Letkol Yudhi Tri Herlambang, Kapolres Jepara  AKBP Aris Tri Yunarko,  Kajari Jepara  Ayu Agung,  Ketua DPRD Haizul Ma’arif dan Kepala Kantor Kemenag Jepara  Muh Habib. Sedangkan  kesepakatan yang berlaku dari tanggal 14 Juni -28 Juni 2021 ini berisi 4 larangan yaitu :

Pertama, semua distinasi wisata yang dikelola oleh pemerintah kabupaten Jepara, pemerintah desa dan swasta ditutup.

Kedua; Kegiatan restoran/ rumah makan/ warung makan  hanya diijinkan melayani pesanan antar atau bawa pulang.

Ketiga, dilarang menyelenggarakan respsi pernikahan, khitanan yang menimbulkan kerumunan

Keempat, dilarang menyelenggarakan kegiatan sopsial budayadn keagamaan (hajatan, sedekah bumi, pengajian umum / kematian.

Jangan berhenti di surat

Sementara pegiat budaya Tigor Sitegar berharap kesepakatan tersebut tidak hanya berhenti di penerbitan surat bersama. “Yang lebih penting adalah pelaksanaannya. Jika tidak,  tentu kepercayaan masyarakat ke pemerintah akan menurun. Termasuk kesungguhnya dalam penanganan Covid-19,” ujar Tigor.

Bukan seperti surat edaran Bupati Jepara saat megimbau  dua hari dirumah saja. “Dalam surat tersebut dikatakan akan dilakukan operasi secara acak dan bagi yang terjaring operasi akan dilakukan swab antigen. Juga disebutkan bagi warga  yang positif dalam test tersebut akan di karantina ditempat khusus,” ujar Tigor.

Namun nyatanya teman-teman wartawan tidak dapat mengakses hasil operasi tersebut. Juga dari sejumlah puskesmas tidak ada kegiatan swab antigen selama dua hari itu,” ujar   Tigor. Hal penting lain adalah keteladanan para pemangku kepentingan.

Tigor juga mempertanyakan, mengapa cafe-cefe yang tumbuh menjamur tidak dimasukkan dalam larangan buka. Juga pabrik-pabrik yang memiliki pekerja ribuan karyawan dan bekerja dalam waktu 7 jam diruang tertutup juga dibiarkan buka. “Sementara warung-warung makan justru dilarang untuk melayani pembeli langsung,”  ujar Tigor.

Hadepe