JEPARA (SUARABARU.ID) – Pabrik garmen PT Bumin Permata Abadi yang disebut telah menjadi klaster penyebaran Covid-19 di Kecamatan Mayong dan Kalinyamatan hendaknya mendapatkan perhatian serius dari Satgas Penanganan Covid-19.
Jangan hanya didiamkan dan tidak ada tindak lanjutnya sama sekali dan seakan semuanya berjalan auto pilot. Juga pabrik-pabrik besar lainnya dikawasan tersebut.
Hal tersebut diungkapkan oleh pengamat budaya Tigor Sitegar menyusul ditemukannya puluhan pekerja pabrik garmen di wilayah Kecamatan Mayong dan Kalinyamat yang terkonfirmasi Covid-19. Ironisnya tidak ada tindakan apapun dari Satgas setelah ditemukan kasus tersebut. Pabrik masih jalan seperfti biasa, tambahnya.
Padahal menurut Tigor Sitegar, pabrik tersebut memiliki ribuan tenaga kerja yang berasal dari berbagai desa di Jepara dan Kudus. Mereka bekerja 24 jam. Penemuan klaster pabrik garmen itu bermula dari tes swab antigen yang dilakukan di poliklinik pabrik.
“Dari tes antigen tersebut ditemukan sekitar 100 karyawan yang positif yang kemudian dilakukan swab PCR oleh Puskesmas Mayong. Namun hasilnya seperti disembunyikan. Saya sudah cek ke DKK dan Puskesmas Mayong. Mereka saling lempar tanggungjawab terkait data,” ujar Tigor
Menurutnya, mereka mengaku tidak tau pasti berapa jumlah karyawan pabrik yang terpapar. “Jika tidak tau bagaimana melakukan pelacakan kontak eratnya di pabrik,” ujar Tigor menyayangkan cara kerja Satgas Penanganan Covid-19 yang lamban. Padahal mereka dialokasikan dana yang bersumber dari APBD sebesar Rp. 110 milyar.
Sementara Juru Bicara Penganganan Covid-19 Jepara yang dihubungi oleh SUARABARU.ID mengaku tidak mengetahui pasti berapa jumlah karyawan pabrik garmen yang terkonfirmmasi Positif Covid-19. Sebab yang ada di data DKK hanya nama pasien dan domisili desa bukan tempat kerjanya
Muh Ali menjelaskan, tindak lanjut dari temuan adanya karyawan pabrik yang terkonfirmasi diserahkan kepada puskesmas. “Sedangkan dinas terkait akan melakukan pemantauan,” ujar Muh Ali.
Klaster perkantoran
Tigor Sitegar juga menyayangkan laporan kepada Bupati melalui portal lapor bupati dari warga yang dibaikan terkait adanya klaster sebuah perkantoran lembaga leasing terbesar di Jepara dengan inisial F. Dalam laporan tersebut 7 karyawan lembaga pembiayaan kredit kendaraan tersebut telah terkonfirmasi Covid-19.
“Namun karyawan tetap dipaksa masuk dengan dalih untuk melayani pelanggan sementara dari Satgas tidak pernah melakukan pelacakan kontak erat di kantor lembaga leasing tersebut. Ini potensial terjadinya penularan,” tambah Tigor.
DKK Harus Tanggungjawab
Harapan kami Satgas sungguh-sungguh bekerja. Juga kepala DKK yang kinerjanya sangat lemah dalam mengkoordinasikan garda terdepan penanggulangan Covid-19 Jepara. Jika kondisi ini terus berjalan, kasihan Nakes yang telah menjadi garda terdepan
Indikatornya sederhana, testing, tracing dan treatment Jepara lemah hingga banyak warga tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
Testing kita pencapaiannya rendah, tracing juga rasionya jauh panggang dari api. Juga adanya 1.100 orang lebih yang jalani isolasi mandiri dan rumah sakit penuh. Sementara positif rate Jepara terus diatas 40 %.
“Juga tidak serius kelola data yang menjadi bahan pengambil kebijakan. Sepertinya ada manipulasi data-data temuan kasus. Wong Gubernur Ganjar Pranowo sudah menyebut Jepara masuk zna merah saja di portal satgas Jepara masih dipasang zona resiko sedang atau oranye,” ungkap Tigor Sitegar
“Dalam kondisi seperti ini, jika diantara mereka ada yang kritis dan kemudian tidak dapat dirawat di rumah sakit dan kemudian meninggal ini tanggung jawab moral dia selaku kepala dinas kesehatan. Sebab Ia tidak mampu melakukan perencanaan pelayanan kesehatan secara matang,” ujar Tigor Sitegar keras.
Tigor Sitegar juga berharap dewan dapat melakukan tugas konstitusionalnya dengan sungguh-sunguh dalam penanganan Covid-19.
Hadepe –