blank
Poster sinetron Suara Hati Istri, episode Zahra

SEMARANG (SUARABARU.ID) – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diminta menghentikan tayangan sinetron “Suara Hati Istri” episode Zahra yang ditayangkan salah satu televisi swasta nasional berjaringan.

Sebab sinetron tersebut menggunakan artis berusia 15 tahun yang memerankan istri ketiga. Selain itu konten dalam sinetron tersebut justru terkesan mengkampanyekan pernikahan usia anak.

Anggota Komisi E DPRD Jateng Tazkiyyatul Muthmainnah prihatin dengan adanya sinetron tersebut. “Saya berharap KPI tegas untuk menghentikan tayangan sinetron tersebut,” kata dia, Jumat (4/6).

blank
Tazkiyyatul Muthmainnah (Iin). Foto: Ist

Iin, panggilan akrab anggota Dewan dari PKB ini menilai, meskipun KPI telah memanggil pengelola stasiun televisi dan memberikan saran agar mengganti pemeran, itu belum cukup. Sebab yang terpenting jangan sampai televisi menayangkan lagi pernikahan usia anak, apalagi dalam cerita poligami.

Diketahui, KPI menindaklanjuti tayangan sinetron Suara Hati Istri episode Zahra yang sempat dikecam netizen. KPI telah meminta penjelasan dari stasiun televisi tersebut.

Pihak stasiun televisi menerima masukan dari KPI dan segera mengganti pemeran dalam tiga episode mendatang. Selanjutnya akan menjadi acuan stasiun televisi untuk selalu mengingatkan production house (PH) agar memakai pemeran-pemeran usia di atas 18 tahun untuk peran yang sudah menikah.

Lebih lanjut Iin mengatakan, berkaca dari sinetron Zahra ini mestinya bukan hanya pada masalah usia pemeran. Namun juga pada konten di televisi.

Menurut Ketua PW Fatayat NU Jawa Tengah ini, tidak sepatutnya televisi menayangkan sinetron yang menceritakan pernikahan anak. “Apalagi dikemas dalam cerita poligomi, di sana juga diceritakan pemain mengalami kekerasan berupa paksaan menikah maupun kekerasan secara psikis.”

Dia mengatakan, Indonesia sedang berupaya menekan angka usia nikah anak yang masih tinggi. Di Jateng hampir 12.000 kasus pernikahan anak. “Kenapa justru ada stasiun televisi yang menayangkan pernikahan usia anak?” tanya dia.

Di dalam UU Penyiaran, kata dia, anak merupakan khalayak khusus yang harus dilindungi. Televisi harus menjadi media yang ramah anak dengan cara melindungi dan memberikan hak anak.  “Di dalam UU Pernikahan batas usia menikah adalah 19 tahun. Jadi sekali lagi, bukan semata persoalan usia pemeran, tapi jangan sampai ada tayangan pernikahan usia anak,” tegas dia.

Menurut Iin yang juga Ketua Pansus Raperda Perlindungan Anak DPRD Jateng ini, tayangan sinetron Zahra tersebut layak dihentikan karena tidak memberikan edukasi yang baik. KPI jangan lemah, harus tegas, tunjukkan taji KPI agar konten televisi lebih berkualitas. Salah satu fungsi penyiaran adalah hiburan tapi ada lanjutannnya yaitu hiburan yang sehat, semua lembaga penyiaran harus memegang prinsip itu,” pungkasnya.

wied