Oleh : JC Tukiman Tarunasayoga
Rabu, 28 April lalu, banyak orang kecelik, lalu mengungkapkan rasa serik dengan berbagai cara; banyak juga yang kecenthok, lalu bengok-bengok. Apa penyebabnya?
Hari itu, berlangsung “reshuffle kecil” padahal, konon menurut media sosial, reshuffle kabinet digadang-gadang terjadi secara besar-besaran. “Kuwi karepe Togog,” begitu bahasa gaul yang sering terdengar ketika terjadi ketidaksesuaian antara yang diharapkan dan yang senyatanya terjadi.
Mencari tahu siapa saja yang merasa kecelik sangatlah mudah, semudah menengarai siapa saja yang merasa kecenthok. Lihat saja, bagi siapa saja yang sampai sekarang ini masih saja ada orang atau pihak yang serik, nah orang seperti itulah yang betul-betul kecelik.
Sama halnya, bagi siapa saja yang sampai saat ini masih bengok-bengok, dia pulalah yang kecenthok. Contoh, ada orang/pihak menyatakan: “Presiden tidak mau lagi mendengarkan suara rakyat, padahal si Badu itu selama ini langkah-langkah dan kinerjanya sebagai menteri salah mulu.”
Ungkapannya itu jelas-jelas menunjukkan betapa serik atine. Dan secara hampir bersamaan, ada saja orang/pihak yang lalu bengok-bengok, seperti misalnya: “Demokrasi semakin terancam di rezim sekarang ini.”
Ada juga yang bengok-bengok: “Ada kekuatan besar di balik dipertahankannya si Dadap sebagai pembantu presiden.” Pada sisi lain ada yang ora ngandel: “Mosok sudah dipanggil ke istana kok tidak jadi diangkat sebagai menteri, kan mempermalukan.” Dll.
Semoga Anda yang serik ora tambah serik dan panjenengan yang bengok-bengok tidak semakin kecenthok karena beberapa pertanyaan atau pun ulasan berikut ini. Jan-jane, apakah sampeyan diminta secara khusus dan khas untuk memberikan masukan calon menteri? Ora ta?
Mengapa ketika diumumkan dan sosoknya bukan yang Anda sebut-sebut, lalu Anda serik, Anda bengok-bengok karena merasa kecenthok? Dan kalau pun betul Anda diminta saran, yang namanya saran itu masukan yang dapat diakomodasi, dapat juga diabaikan, bukan? Tegasnya, ngapa serik, ana apa kecenthok?
Kecelik lan Kecenthok
Orang merasa kecelik pada saat menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan atau yang diperkirakan. Dapat juga terjadi ketika menghadapi kahanan jebul ora apa apa-apa. Jika mau bertamu ke rumah seseorang, harapannya dapat bertemu dia, jebul suwung, nah itu juga dapat disebut dengan kecelik.
Pertanyaannya, mengapa orang kecelik semacam itu cenderung dadi serik? Biasanya karena harapannya terlalu menggebu, terlalu muluk; atau terlalu merasa yakin akan terpenuhi apa yang diharapkannya itu.
Eh…….jebule ora klakon, serik deh! Dalam konteks ini serik sama maknanya dengan jengkel, padahal arti lebih mendalamnya ialah sakit hati. Pertanyaan lanjutan yang di atas tadi: “lha napa sampeyan sakit hati? Kepada siapa Anda sakit hati?”
Baca Juga: Empan Papan
Perihal kecenthok, makna terdalamnya ialah kegepok, tersinggung secara tiba-tiba. Kemarin-kemarin ia bersikap ramah, sumanak, murah hati murah senyum; tetapi begitu tiba-tiba mendengar Si Dadap terpilih sebagai menteri; ia lalu bermuram durja. Nah, itulah kecenthok; lalu bengok-bengok betapa si Dadap itu bla……bla……bla… Ketemu pirang perkara sih kok tiba-tiba tersinggung?
Bagi Anda yang kecewa karena hanya terjadi “reshuffle kecil” bukannya besar-besaran seperti Anda harapkan, dan karena itu Anda merasa kecelik, kecenthok, bahkan kapusan (??); mari semuanya kita kembalikan kepada substansi utama dan dasariahnya; yaitu awake dhewe iki ora duwe wewenang apa-apa.
Karena itu, sampeyan atau pun kita dan kami tidak mungkin memaksakan kehendak kepada si pemegang hak prerogatif, sehebat apa pun pendapat, posisi, maupun jabatan ynng kita miliki. Sing serik, ndang ilang serikmu ya; dan yang merasa tiba-tiba “tersinggung,” kembalilah bertanya ke dalam dirimu sendiri: “Mengapa saya tersinggung?”
Mari move on!!
(JC Tukiman Tarunasayoga, Pengamat Kemasyarakatan)