SEMARANG (SUARABARU.ID) – Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wilujeng Pramestuti, SS, MM, mengatakan pendidikan Pancasila di sekolah maupun perguruan tinggi saat ini masih sangat kurang. Ia menyampaikan hal itu usai Forum Group Discussion (FGD) yang diadakan DPR RI dan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud RI, bersama dengan DPP Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Budaya (IKA FIB) Undip dengan tema “Mengawal Pancasila sebagai Pelajaran Mata Kuliah Wajib”, di Hotel Quest, Kota Semarang, Jawa Tengah, pada Selasa (20/4/2021).
“Mungkin Merdeka Belajarnya Mas Menteri (Mendikbud Nadiem Makariem) nanti harus diimplementasikan, memberi kebebesan kepada para guru untuk lebih mengajari terutama di pendidikan dasar adalah tata cara penerapan nilai nilai Pancasila itu dalam skala yang lebih dekat,” kata Agustina Wilujeng.
Penerapan tersebut, imbuh Agustina WIlujeng seperti zaman dulu bila ada anak muda naik bus dan mendapatkan tempat duduk serta melihat ada orang hamil atau orang tua maka anak muda tersebut harus berdiri memberikan tempat duduknya kepada mereka.
“Penerapan tersebut harus diajarkan sejak anak berada di pendidikan dasar,” imbuh Ketua IKA FIB Undip tersebut.
Anggota DPR dari Dapil V Jawa Tengah itu kemudian menyoroti perilaku anak muda sekarang, yang seakan akan bangga setelah lolos dari urusan hukum. “Saya melihat banyak anak muda sekarang bila lolos urusan hukum, mereka menyampaikannya dengan sangat bangga, seolah mereka itu ada sesuatu yang heroik,” ujarnya.
Ia pun berpandangan tata nilai seperti itu harus dirubah, dan untuk merubah hal itu harusnya sejak dini. “Tata nilai seperti itu harus dirubah dan harus diajarkan atau sejak ada di pendidikan dasar, sekarang bila kita melihat anak muda sekarang. Kita menyatakan bahwa pendidikan Pancasila itu masih sangat kurang,” jelasnya.
Sehingga bila, mata pelajaran Pancasila dan Bahasa Indonesia tidak masuk dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan tentu dinilai akan menimbulkan permasalahan baru bagi generasi muda kedepannya.
Oleh itu, diimbuhkan Agustina Wilujeng pembuatan kurikulum akan baik bila didiskusikan oleh banyak pihak, kalau yang sekarang ini kurikulum dibuat tiba tiba berupa PP. “Tiba tiba keluar PP No 57 tahun 2021, yang isinya menghebohkan banyak pihak. Sehingga timbul kegaduhan, coba kalau kurikulum ini kita diajak bicara dari awal pasti akan ketahuan di awal. Pancasila dan Bahasa Indonesia itu lebih penting, maka kita rubahlah perlahan lahan,” harapnya.
“Saya mohon kerjasamanya khusus untuk menjaga Pancasila dan kebudayaan kita yang bisa diajarkan lewat Bahasa Indonesia dan tentunya Bahasa daerah, teman teman saya harapkan membantu ini sampai benar,” sambungnya.
Ia pun menginginkan Pancasila dan Bahasa Indonesia harus dimasukkan dalam PP yang saat ini menjadi polemik tersebut. “Pelajaran Geografi ada kok, masak Pancasila dan Bahasa Indonesia tidak ada. Itu harus dimasukkan secara tertulis, sebab kalau itu tidak dilakukan akan tidak ada kewajiban,” tegasnya.
Masih banyak orang, menurut Agustina Wilujeng, berpikiran Pancasila itu sulit. “Apanya yang sulit, didalamnya itu salah satunya berisi toleransi. Memang sulit ya toleransi? Pancasila itu gotong royong, gotong royong sulit ya? kan tidak,” tutupnya.
Wahyu