SEMARANG (SUARABARU.ID) – Satgas THR (Tunjangan Hari Raya), untuk menjalankan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor M/6/HK.04/IV/2021, perlu dibentuk oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah melalui Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Jawa Tengah.
Pelaksanaan Surat Edaran No. M/6/HK.04/IV/2021 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan tahun 2021 bagi Pekerja/Buruh diperusahaan tersebut, diharapkan bukan hanya rule of the game saja, tapi harus sesuai dengan aturan yang ada, yaitu Tunjangan Hari Raya wajib, penuh dan tepat waktu.
“Jadi Satgas THR ini, terdiri dari tiga unsur. Yaitu dari pemerintah, buruh/pekerja dan pengusaha. Dibentuk untuk mengawasi perusahaan, yang tidak mengikuti arahan berdasarkan SE THR. Satgas ini juga berfungsi sebagai Pelayanan, Konsultasi dan Penegakan Hukum Pelaksanaan Pembayaran THR tahun 2021,” jelas Aulia Hakim, Sekretaris KSPI Jawa Tengah saat audiensi dengan Kepala Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah dan jajarannya di kantornya, Jalan Pahlawan Semarang, Jumat (16/4/2021).
Agar pelaksanaan SE THR dapat berjalan dengan baik dan efektif, lanjutnya, SE Menaker tahun ini harus memiliki dampak penegakan hukum yang tegas.
“Karena jika tidak ada penegasan dalam pelaksanaan SE ini dan pengawasan yang melekat serta mediasi aktif pemerintah, Kami khawatir pembayaran tunjangan hari raya keagamaan tahun ini akan sulit ditegakkan,” ujar Aulia
Sebab, imbuhnya, dialog bipartit antara perusahaan yang terdampak pandemi dan pekerjanya bisa berujung kebuntuan dan memunculkan sengketa hubungan industrial baru. “Surat edaran yang diteken dan diumumkan pemerintah pada hari Senin, 12 April 2021 lalu, menurut analisa kami, mengharuskan semua perusahaan, baik terdampak maupun tidak, untuk membayar Tunjangan Hari Raya secara utuh dan tepat waktu, sebelum hari raya Lebaran,” tandas Aulia semangat.
Masih menurut Aulia Hakim, dalam SE tersebut, telah diatur bahwa Tunjangan Hari Raya wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Khusus perusahaan yang terdampak pandemi harus terlebih dahulu membuktikan ketidakmampuannya, dengan membuka laporan keuangan internal secara transparan selama dua tahun terakhir ke pekerja/buruh dan melakukan dialog bipartit.
“Tapi menurut kami, akan lebih fair apabila data yang disajikan berasal dari hasil audit akuntan publik. Tujuannya agar lebih mempersempit ruang manipulasi data dari perusahaan-perusahaan yang selama ini diduga “nakal”, khususnya di Jawa Tengah,” imbuhnya.
Perusahaan terkait, urainya, harus melaporkan hasil dialog bipartitnya ke dinas ketenagakerjaan setempat, tujuh hari sebelum Lebaran, dan tentunya ini semua sangat erat kaitannya dengan tugas dan kewenangan Dinas ketenagakerjaan di tingkat provinsi khususnya bidang pengawasan.
Yang selanjutnya, perusahaan tetap harus membayar THR secara penuh, tanpa dicicil atau ditunda dan kelonggaran hanya diberikan sampai satu hari sebelum hari raya Idul Fitri. “Perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban akan dikenai sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian/seluruh alat produksi, sampai pembekuan kegiatan usaha,” tegas Aulia.
Aulia Hakim menyebutkan, bahwa THR dapat meningkatkan daya beli dan akhirnya meningkatkan konsumsi. Bahkan diperkirakan, akan terjadi perputaran ekonomi yang cukup signifikan. Yakni dikisaran Rp 230 triliun atau kurang lebih 10 persen dari APBN.
“Tunjangan Hari Raya dimasa pamdemi ini, menurut kami, dapat mendongkrak perekonomian nasional yang selama ini kurang bergairah,” pungkasnya
Dalam audiensi tersebut anggota KSPI Jawa Tengah yang hadir berasal dari FSPMI (Federasi Serikat pekerja Metal Indonesia), FSPKEP (Kimia, Industri dan Pertambangan), FARKES REFORMASI dan FSPN (Serikat Pekerja Nasional).
Dan dalam audiensi, diterima langsung oleh Ir. Sakina Roselasari, M.Si., M.Sc, Kepala Disnakertrans Jateng, Mumpuniati, SH. MH, Kabid Pengawasan dan Enik Nurhayatini, SH, M Hum, Kabid Hubungan Industrial Disnakertrans.
Absa