blank
Menyambut bulan suci Ramadan, para penggiat sepeda kuna yang tergabung dalam Velocipede Old Classic (VOC) Bike Kota Magelang menggelar tradisi “padusan onthel” di sumber air Ndas Gendhing yang ada di Dusun Ganjuran, Desa Sukorejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang. Foto: Yon

KOTA MUNGKID (SUARABARU.ID)-  Menyambut bulan Ramadan, kalangan masyarakat Jawa, melakukan suatu tradisi yang disebut dengan padusan (mandi) dengan cara berendam di kolam atau sungai.

Bentuk kearifan lokal Jawa tersebut bertujuan untuk membersihkan diri baik secara lahir dan batin guna menyongsong datangnya bulan Ramadan. Tradisi ini juga menjadi daya tarik wisata.

Namun, padusan yang dilakukan para penggemar pit  onthel (sepeda tua)  yang tergabung dalam Komunitas Velocipede Old Classic (VOC) Bike Kota Magelang lain dari biasanya.

Yakni, bukan para pemilik  sepeda onthel-nya yang melakukan padusan, melainkan sepeda-sepeda tua tersebut yang dimandikan.

Bahkan untuk memandikan pit kebo  (sebutan lain untuk sepeda tua) tersebut tidak cukup air saja, melainkan juga dengan bunga mawar merah putih.

Tetapi, pada  tradisi “padusan onthel “ tersebut, seluruh sepeda milik komunitas yang lahir 17 tahun lalu itu tidak direndamkan ke kolam air, tetapi cukup diguyur ke beberapa bagian saja.

Seperti yang dilakukan para pecinta sepeda kuna dari Kota Magelang saat melakukan “padusan onthel” di sumber mata air Gendhing yang ada di Dusun Ganjuran, Desa Sukorejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Minggu (11/4).

Prosesi “Padusan Othel” tersebut diawali dengan iring-iringan  pit kebo dari jalan utama menuju mata air Gendhing, dan diiringi bunyi-bunyian yang berasal dari berbagai dari aksesoris dan peralatan yang biasa digunakan untuk membetulkan sepeda. Seperti, kunci pas, kunci ring, bel sepeda  dan lainnya.

Sesampainya di tempat parkir kendaraan bermotor dan di bawah pohon beringin, sejumlah sepeda tua diparkir berjajar untuk di “mandikan”.

Sepeda Antik

Prosesi padusan onthel itu diawali dengan pengambilan air di kolam sumber air ‘Ndhas Gendhing” yang cukup bersih airnya. Dengan menggunakan siwur ( gayung yang terbuat dari tempurung kelapa), air yang berasal sumber air untuk pasokan air bersih di wilayah Magelang tersebut.

Kemudian, air dari dalam kolam itu  dimasukkan ke dalam tembikar yang telah diisi bunga tabur mawar.

Lalu, satu per satu sepeda kuna tersebut diguyur menggunakan siwur tersebut  menandai prosesi padusan onthel.

Dari 20 sepeda yang dimandi kan tersebut, satu di antaranya cukup unik. Yakni, sepeda milik Bagus Prijana, warga Kampung Boton, Kota Magelang  yang rangkanya terbuat dari kayu jati dan besi baja.

Sepeda  tersebut merupakan replika karya Pierre dan Ernest Michaux dari Perancis di tahun 1863 tersebut , oleh pemiliknya,  diberi nama “Golden Dragon” (Naga Emas) .

Selain itu, mempunyai bobot berat mencapai 30 kilogram dengan panjang dari ujung roda belakang hingga roda depan mencapai 175 sentimeter. Sementara tinggi sepeda tersebut dari setang hingga tanah 125 sentimeter.

Sementara di belakangnya, secara beriringan sepeda tua yang  mengikuti prosesi itu.

Ketua Velocipede Old Classic (VOC) Bike Kota Magelang, Jujuk Arya Seno Pramudiarto mengatakan, kegiatan tersebut merupakan spontanitas dari para anggota VOC Bike  Kota Magelang dalam rangka menyambut bulan Ramadan.

“Prosesi padusan onthel ini merupakan simbolisasi dari  penyucian diri manusia menjelang bulan Ramadan. Dan, diharapkan selama menjalankan ibadah puasa Ramadan bisa bersih dan suci,” kata Seno.

Seno mengatakan, kegiatan tersebut merupakan pertama kalinya dilaksanakan para pecinta sepeda kuna dari Velocipede Old Classic.

Ia berharap, tradisi tersebut bisa menjadi kegiatan tahunan  menjelang bulan Ramadan.

Selain itu, sebagai salah satu upaya untuk memperkenalkan kepada masyarakata luas, sumber air yang dikenal dengan sebutan “Ndhas Gendhing”, sebagai salah satu daya tarik wisata air.

“Selain itu, kegiatan tersebut juga untuk mengenalkan  mata air Gendhing sebagai objek wisata agar bisa dikenal oleh masyarakat luas,” katanya.

Yon