blank
source : hundred.org

Oleh : Dwi Yunita Sari, S.Pd

blank
Dwi Yunita Sari, S.Pd

Maret 2021 ini, genap setahun pandemi covid-19 melanda di hampir seluruh wilayah Indonesia. Kehadirannya di awal tahun 2020 lalu dengan tiba-tiba menjadikan pergolakan diberbagai bidang kehidupan. Tak terkecuali sektor pendidikan, yang bahkan hingga hari ini harus mengubah pola pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh.

Sayangnya, semakin hari sejak diterapkannya PJJ, serentetan masalah semakin tampak. Salah satu hal menonjol adalah rasa jenuh siswa ketika mengikuti pola PJJ secara monoton. Kejenuhan ini pada akhirnya menimbulkan efek bola salju dalam proses pembelajaran, mulai dari rendahnya minat belajar hingga hasil pencapaian yang tidak optimal.

Ada banyak faktor yang dituding sebagai pemicu timbulnya kejenuhan hingga melahirkan serentetan masalah dalam pembelajaran. Salah satunya adalah minimnya aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran itu sendiri. Pola pembelajaran pasif umumnya masih mendominasi pelaksanaan PJJ .

Hal ini memberikan kesempatan besar bagi siswa untuk tidak peduli dengan tujuan belajar mereka. Model pembelajaran yang kurang sesuai pun semakin memperparah kebermaknaan proses pembelajaran yang harusnya dapat dikembangkan secara optimal.

Guna memantik kembali motivasi siswa dalam belajar, sebagai guru IPA penulis mencoba menerapkan pendekatan pembelajaran Self Organized Learning Environments (SOLE). Model ini menitik beratkan proses pembelajaran mandiri yang dilakukan oleh siapapun yang berkeinginan untuk belajar dengan memanfaatkan internet dan perangkat pintar yang dimilikinya. (Mitra, 2015).

Model yang dipropagandakan oleh kemendikbud ini dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang memberikan kesempatan siswa untuk mengeksplorasi pemahaman materi secara lebih mendalam dengan memanfaatkan kemampuan digital dasar dan rasa keingintahuan yang mereka miliki.

Rasa ingin tahu (kemelitan) sangatlah penting dimiliki oleh seorang pembelajar, karena rasa ingin tahu (kemelitan) adalah bagian penting dari proses belajar. (Baswardono, Dono 2015 : 64) . Oleh sebab itu, langkah-langkah dalam model pembelajaran SOLE ini dapat menuntun siswa untuk lebih aktif sehingga menciptakan proses pembelajaran yang lebih bermakna.

Model Pembelajaran SOLE

Langkah pertama dalam model pembelajaran SOLE adalah dengan memberikan pertanyaan besar mengenai sebuah konsep kepada siswa. Selanjutnya siswa diminta untuk membuat pertanyaan-pertanyaan kecil terkait konsep tersebut. Disini siswa diarahkan untuk berpikir secara deduktif.

Meski sejatinya tidaklah mudah meminta siswa menyususn serentetan pertanyaan kritis yang dapat memancing rasa ingin tahu mereka sendiri terkait konsep tertentu, namun dengan berlatih hal itu pastinya akan menjadi lebih mudah. Dalam PJJ, beragam pertanyaan yang dibuat ini dapat disampaikan melalui kelas maya baik secara lisan maupun tulisan.

Langkah kedua adalah menginvestigasi secara kontekstual berbagai pertanyaan-pertanyaan kecil yang sudah dibuat oleh siswa. Pada tahap ini, siswa diminta untuk mengobservasi lingkungan sekitar mereka sekaligus mencari benang merah antara konsep dan konteks materi yang tengah dipelajari.

Siswa dengan sendirinya akan berlatih memanfaatkan berbagai sumber informasi untuk mendapatkan jawaban dari serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang telah mereka susun untuk selanjutnya dikaji secara kritis berdasarkan berbagai sumber literasi entah itu buku atau internet.

Dengan demikian, siswa dapat menggunakan daya nalar mereka untuk belajar menganalisis, mengaitkan, mengevaluasi bahkan mencari pemecahan masalah atas topik yang tengah dikaji. Langkah terakhir dari model pembelajaran SOLE adalah presentasi.

Ditahap ini, siswa diminta untuk mengulas hasil observasi yang telah diperoleh dengan menggunakan media presentasi sesuai minat dan bakat mereka. Sebagian siswa mungkin akan mengulasnya dalam bentuk tabel dan grafik, namun tidak menutup kemungkinan mereka memilih media lain seperti gambar ataupun video hasil karya sendiri.

Tidak jarang, beberapa siswa mampu menunjukkan kemampuannya dalam menghasilkan karya grafis hebat yang selama ini mungkin saja jarang terekspose. Kemampuan mencipta, yang merupakan level kognitif tertinggi bagi ketercapaian belajar aspek pengetahuan dapat dikembangkan disini. Dan sudah barang tentu, ketika seseorang mampu menciptakan sebuah karya pastinya apa yang tengah dipelajarinya sejauh ini adalah sesuatu yang bermakna.

Penerapan model pembelajaran SOLE tentunya tidak lepas dari berbagai hambatan. Namun dengan kreativitas dan inovasi, pastinya seorang guru pembelajar tidak akan menyerah begitu saja untuk menyingkirkan segala aral rintang yang menghambat proses pembelajarannya hingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal.

Sepanjang pengalaman penulis dalam menerapkan model pembelajaran SOLE di satuan pendidikannya, ternyata model ini dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dan kreatif selama proses belajar mereka. Melalui serangkaian langkah yang lebih banyak mengedepankan aktivitas siswa, menjadikan “SOLE” merangsang siswa untuk dapat berpikir tingkat tinggi serta memperdalam penguasaan materi (Fatwatush S, Ana (2019)).

Penulis juga meyakini jika model pembelajaran SOLE dapat diterapkan saat pembelajaran tatap muka mulai diberlakukan kembali. “SOLE” akan sangat relevan dipadukan dengan pembelajaran tatap muka terlebih pasca pandemi dimana guru maupun siswa tentunya sudah lebih terbiasa dengan penggunaan perangkat pintar dan konsep belajar mandiri telah menjadi bagian dari pola belajar masa kini.

Dengan demikian, “SOLE” dapatlah menjadi sebuah solusi yang tepat yang menawarkan siswa pada model pembelajaran yang lebih menarik. Bukankah ketika siswa mulai memperoleh ketertarikan akan sesuatu maka akan mendatangkan motivasi instrinsik untuk terus menemukan hal baru. Pengetahuan yang dibangun secara konstruktivistik ini tentunya akan menjadi sesuatu yang lebih bermakna dan pastinya bertahan lebih lama.

-Dwi Yunita Sari, S.Pd, Guru SMP Negeri 3 Kedung, Jepara