TEGAL (SUARABARU.ID) – Kerenggangan hubungan antara Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono dengan Wakil Wali Kota Muhammad Jumadi yang berlanjut ke masalah hukum, menimbulkan keprihatinan di kalangan budayawan. Maestro budaya pantura Atmo Tan Sidik berharap, ‘perseteruan’ keduanya segera berakhir, sehingga bisa membawa Kota Tegal ke arah yang lebih baik.
”Rakyat lagi susah, jangan disuguhi tontonanyang kurang indah. Wong sing dagang lagi kurang gemuyu dagangane kurang payu, sing lagi Imlek, Cap Gomeh, Tepekonge lan angpaone ora metu, sing wis pada ndaftar kaji jadwal mangkate durung tentu. Hiburlah rakyat dengan kearifan lokal,” ungkapnya, kepada suarabaru.id, Jumat (26/2/2021).
Dia meminta kedua belah pihak untuk merenungkan kembali Sesanti Kota Tegal, yaitu Purnaning Pangesthi Wisiking Gusti. Artinya, sekiranya secara serius memohon pertolongan Allah, akan diberi bisikan berupa jalan keluar dalam memecahkan masalah. ”Yang paling merasakan nanti para ASN (Aparatur Sipil Negara), akan berpihak kepada siapa,” tandasnya.
Menurut peraih gelar Maestro dari Menteri Pendidikan dan Kebudayan pada tahun 2014 silam itu mengatakan, apa yang terjadi saat ini merupakan ujian yang harus dilalui Wali Kota Tegal yang baru saja mendapatkan anugerah kebudayaan dari PWI Pusat.
”Simbol Kota Tegal, yakni ‘Banteng Loreng Binoncengan’ artinya adalah bahwa pemimpin selain memiliki sikap tegas, juga harus punya sifat ngayomi dan ngemong terhadap siapa pun. Baik terhadap pejabat di bawahnya maupun rakyatnya. Selain itu juga harus pandai mendengarkan saran dari orang lain. Itu sesuai gambar dan logo seekor banteng yang dinaiki penggembala dengan meniup seruling,” papar Atmo.
Sementara itu sebelumnya dalam sebuah talkshow yang digelar di studia Gama FM Tegal, mantan Wakil Wali Kota Dr Maufur mengungkapkan, perbedaan pandangan antara wali kota dengan wakil wali kota adalah hal biasa. Itu juga terjadi saat dia menjadi wakil dari wali kota Adi Winarso.
“Yang dibutuhkan adalah rasa saling menjaga tugas dan mengemban amanat rakyat. Perseteruan ini merupakan kasus yang memalukan sekaligus memilukan bagi rakyat Kota Tegal. “Mengapa tidak saling memuliakan?” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, dalang muda Ki Haryo Enthus Susmono (anak dari Ki Enthus Susmono) menyenandungkan kidung tentang ruwatan, berjudul KIDUNG PANGRUWAT
Ana ganong saka kidul ditolak balik mangidul
Ana ganong saka lor ditolak balik mangalor
Ana ganong saka kulon ditolak balik mangulon
Ana ganong saka wetan ditolak balik mangetan
Teka welas teka asih maring penduduk kota Tegal
Sumingkir apes bilahine teka berkah rejekine
Ana dandang saka nduwur dicucuke warna kuning
Aja nyucuk imane wong Tegal aja nyucuk begjane wong Tegal
Cucuka apes bilahine buangen segara kidul
Niat ingsun angayom dateng panjenengan gusti
Sing ngreksa sadina sawengine rejekine wong kota tegal
Wahai ganong saka ngisor tumapak cucuke ireng
Aja nyucuk rukune wong Tegal, aja nyucuk akure wong Tegal
Cucuka apes bilahine Slamet berkah panguripane
Nur Muktiadi