Nasib Bahasa Jawa sebagai Bahasa Ibu Kita
Oleh Meilan Arsanti, M. Pd.
PENGGUNAAN bahasa Jawa di bandara Dubai menjadi kebanggaan sendiri bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi masyarakat suku Jawa. Sebagian besar masyarakat suku Jawa menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa Ibu. Mengutip dari lama Wikipedia, bahasa Ibu dalam bahasa Inggris disebut native language adalah bahasa pertama yang dikuasai atau diperoleh anak. Di mana pun anak itu lahir, kemudian ia memeroleh atau menguasai bahasa pertamanya maka bahasa yang dikuasai itu merupakan bahasa Ibu. Apakah itu bahasa daerah, bahasa nasional, hingga bahasa internasional misalnya bahasa Inggris. Pada umumnya bahasa pertama yang dikuasai seorang anak adalah bahasa Ibu (bahasa daerahnya) bukan bahasa nasional atau internasional. Bahasa ibu yang digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia adalah bahasa daerah (Jawa) khusunya bagi masyarakat Jawa.
Bahasa Jawa merupakan warisan luhur yang terancam punah setiap harinya. Menurut data Unesco, setiap dua minggu sebuah bahasa menghilang dengan membawa seluruh warisan budaya dan intelektual. Setidaknya 43 persen dari sekitar 6.000 bahasa yang digunakan di dunia terancam punah. Kita bisa melihat bahwa saat ini generasi muda sudah sangat jarang yang menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi. Padahal sesuai tradisi Jawa jika berbicara kepada orang tua atau yang lebih dihormati seorang anak diharuskan menggunakan bahasa Jawa krama. Penggunaan bahasa Jawa krama tersebut sebagai wujud unggah-ungguh yang dijunjung tinggi masyarakat suku Jawa.
Gempuran Moderniasai
Di tengah gempuran arus modernisasi kebaradaan bahasa Jawa terancam punah. Segala upaya telah dilakukan Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan dan melestarikan bahasa Jawa. Salah satu upayanya dengan mewajibkan pelajaran Bahasa Jawa pada kurikulum sebagai mata pelajaran muatan lokal. Walaupun demikian, siswa sekolah saat ini pun sedikit sekali yang fasih menggunakan bahasa Jawa (krama). Mereka hanya paham kata nggeh dan mboten karena motivasi mempelajari bahasa Jawa dengan sungguh-sungguh sangat rendah. Anggapan bahwa anak yang menggunakan bahasa Jawa sebagai anak culun dan tidak gaul juga menjadi sebab rendahnya motivasi mempelajari bahasa Jawa di sekolah.
Pola Asuh Keluarga
Selain gempuran modernisasi, pola asuh keluarga juga berperan dalam melestarikan bahasa Jawa. Dahulu masyarakat suku Jawa mengajarkan anaknya berbicara menggunakan bahasa Jawa krama. Akan tetapi, saat ini para orang tua dari suku Jawa sekalipun sudah sangat jarang yang mengajarkan bahasa Jawa kepada anak-anaknya. Para orang tua masa kini lebih senang mengajarkan bahasa Indonesia atau bahkan bahasa Inggris. Tentu saja anak-anak mereka lebih fasih menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan dengan menggunakan bahasa Jawa. Bahkan ada anak yang sama sekali tidak mengerti bahasa Jawa walaupun dia berasal dari suku Jawa.
Lingkungan
Jika seorang anak dibersarkan dari keluarga yang menjunjung tinggi adat dan istiadat Jawa, maka setidaknya masih bisa berkomunikasi dengan bahasa Jawa minimal di lingkup keluarga. Akan tetapi, jika seorang anak dibesarkan di lingkungan yang tidak mendukung berkomunikasi dengan bahasa Jawa, maka meskipun seorang anak dididik menggunakan bahasa Jawa lambat laun dia akan terbawa lingkungannya.
Ketiga faktor tersebut memberikan andil terhadap punahnya bahasa Jawa. Lalu bagaimana nasib bahasa Jawa sebagai bahasa ibu sebagain besar masyarakat Indonesia? Ada nasihat bijak dari Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa bahwa utamakan bahasa Indonesia dengan tetap melestarikan bahasa daerah dan mempelajari bahasa asing. Dengan diperingatinya bahasa ibu internasional pada 21 Februari 2021 ini semoga dapat menumbuhkan kembali kecintaan kita kepada bahasa daerah (Jawa) dengan cara melestarikannya. Jangan sampai keluhuran bahasa Jawa hilang ditelan bumi sehingga generasi kita selanjutnya tidak mengenal bahasa Jawa sama sekali. ( Penulis: Meilan Arsanti, M. Pd./Dosen Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Unissula)
Suarabaru.id