blank
Tanah miring dan perubahan lahan di Desa Kalijering, Kecamatan Padureso, Kebumen, diduga menjadi pemicu longsor yang menyebabkan tiga orang meninggal dan enam rumah rata dengan tanah.(Foto;SB/Ist)

KEBUMEN (SUARABARU.ID) – Longsor yang menyebabkan enam rumah rata denga tanah dan mengubur tiga korban jiwa warga Desa Kalijering, Kecamatan Padureso, Kebumen, lebih dipicu oleh adanya perubahan lahan dan kondisi kemiringan lebih dari 45 derajat.

Hal itu diungkapkan peneliti utama LIPI pada Balai Informasi dan Konservasi Kebumian LIPI Karangsambung Kebumen Ir Chusni Ansori MT kepada Suarabaru.id Minggu (14/2.)

Di sis lain, Chusni mengakui curah hujan yang tinggi di daerah perbukitan perbatasan Kebumen-Purworejo tersebut ikut menjadi pemicu kuat. Oleh karena itu Chusni menyarankan kepada Pemkab dan instansi terkait agar terus memberikan sosialisasi mitigasi bencana kepada aparat Pemerintah desa dan kecamatan di Kebumen guna mengurangi risiko bencana.

blank
Menteri Sosial Tri Rismaharini meninjau dapur umum bagi pengungsi korban longsor di Desa Kalijering, Kecamatan Padureso.(Foto;SB/Ist)

 

Menurut pendapat Chusni, melihat lokasi bencana di Desa Kalijering, dari sisi tanaman sepertinya memang ada perubahan tata guna lahan. Apalag kemiringan lahan lebih dari 45 derajat, semestinya tanamannya harus yang bersifat mengkonservasi lahan berupa tanaman dengan perakaran tunjang yang dalam, bukan dengan kelapa yang merupakan akar serabut.

“Kalau saya melihat pemicu utamanya karena curah hujan tinggi yang berkelanjutan selama 2 hari, namun penyebab longsornya disebabkan karena lereng terjal, perubahan tata guna lahan dengan tanaman yang tidak sesuai,”tandas peneliti alumni Fakultas Geologi UGM itu.

Menurut Chusni, dilihat dari litologi batuan yang tersusun oleh perselingan antara pasir tufaan (lapuk jadi tanah merah) dengan sisipa napal (berukuran lempung) dari Formasi Penosogan. Sedangka pohon kelapa di luar terdampak yang masih berdiri pada miring.

Artinya, lanjut Chusni, sebenarnya sudah mulai adanya rayapan (creeping). Bahkan ada retakan tanah yang kemudian terisi air hujan terus menerus sehingga tingkat kejenuhannya tinggi.

Belum lagi lereng di area terjal, tanaman tidak mengikat tanah sampai dalam, maka gerakan rayapan tanah berupah menjadi slumping (nendatan) yang meluncur dan memebawa material di atasnya.

Chusni berharap ke depan Pemkab Kebumen dan instansi  terkait lebih banyak melakukan mitigasi bencana atau pengurangan risiko bencana. Bahkan pendidikan bencana mutlak harus diberikan kepada aparat desa dan kecamatan, termasuk sukarelawan bencana.

Apalagi Kebumen termasuk daerah rawann bencana alam longsor dan banjir. Bahkan 2/3 wilayah rawan longsor.  Belum lagi di sepanjang  pantai selatan Kebumen 57 kilometer juga ada ancaman gelombang tinggi tsunami sehingga masyarakat harus disiapkan sejak dini.

Sementara itu Menteri Sosial Tri Rismaharini alias Bu Rismas saat meninjau lokasi bencana pada Jumat (12/2) meminta  aparat pemerintah desa dan kecamatan serta Pemkab Kebumen lebih proaktik agar tak terjadi lagi bencana yang menelan korban  jiwa.

Risma juga meminta dilakukan relokasi warga korban longsor di Desa Kalijering. Mengingat kondisi lahan di desa tersebut memang sangat berbahaya. Penanganan bencana  hendakny ada koordinasi antara pemerintah desa, kabupaten dan provinsi hingga pusat agar setiap kejadian cepat teratasi.

Komper Wardopo