JEPARA (SUARABARU.ID) – Bagi seniman ukir Jepara, ia bukan saja dikenal sebagai guru, tetapi juga sering disebut sebagai empu. Sebab telah ribuan orang dibimbingnya menjadi seniman seni ukir. Bukan saja yang tinggal di Jepara, tetapi juga yang berasal dari daerah lain di Indonesia. Bahkan banyak muridnya yang berasal dari berbagai negara. Mereka pernah mendapatkan ilmu dan ketrampilan mengukir dari Sukarno, BA.
Sukarno juga memiliki konsistensi dalam menghasilkan karya dalam rentang waktu yang sangat panjang. Sebab ia tidak pernah berhenti berkarya sejak duduk dibangku STM jurusan Dekorasi Seni Ukir tahun 1963 hingga hingga kini. “Sejak STM hasil ukiran saya sudah laku dijual ke Toko Panjang yang saat itu memiliki show room di Semarang dan Jepara,” kenang Sukarno.
Namun dalam usianya yang semakin tua, Sukarno yang lahir pada tangal 20 Januari 1945 ini mengaku terus gelisah. Sebab ia melihat seni ukir warisan leluhur bangsa ini semakin ditinggalkan pewarisnya. Tidak banyak anak muda yang tertarik pada seni ini, apalagi menekuninya. “Anak-anak muda sekarang senang pada yang instan. Apalagi di Jepara tidak ada lagi sekolah yang secara khusus mengajarkan ketrampilan seni ukir,” ujar Sukarno.
Lembaga kursus juga tidak ada lagi dan semakin berkurangnya pelestarian alamiah oleh keluarga perajin. “Jika tidak ada intervensi dan perhatian khusus, suatu saat kebesaran Jepara sebagai kota ukir dan bahkan pusat ukir dunia akan berlahan semakin redup ,” ujar Sukarno menuturkan kecemasannya.
Gaji seniman ukir menurut Sukarno juga menjadi salah satu penyebab mengapa ketrampilan ini semakin ditinggalkan. Sebab menurut penerima penghargaan pelestari seni ukir ini, ia melihat gaji seniman ukir kalah dengan gaji seorang tukang kayu dan tukang batu.
Alumni STM Jurusan Dekorasi Seni Ukir ini selepas menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda di IKIP Semarang memilih mengabdi sebagai guru di almamaternya STM Negeri Jerpara hingga berubah menjadi SMIK Negeri Jepara dan SMK Negeri 2 Jepara. Ia mengampu mata pelajaran proyeksi, perspektif dan praktek mengukir.
Pernah dikirim ke Korea, Amerika dan Spanyol untuk menambah pengetahuannya. Ia juga pernah menjadi kepala SMK N 8 Semarang dan Kepala SMIK Jepara. Juga menjadi pengawas SMK hingga pensiun tahun 2005.
Sukarno bukan saja dikenal sebagai guru, tetapi juga dikenal sebagai seniman relief dan patung Jepara yang miliki kemampuan luar bisa karena konsistensi dalam berkarya dan kemampuannya. Sampai sekarang ia masih menghasilkan karya yang dipajang di show roomnya di Jalan Pemuda 33 Jepara.
Pemerintah harus hadir
Sukarno yang dikenal sebagai seniman sepuh Jepara juga aktif sebagai pengurus Lembaga Pelestari Seni Ukir, Batik dan Tenun Jeara. Ia menikah dengan Sri Sugiharti dan dikaruniai 4 orang anak dan 8 orang cucu yang manis.
Kini dalam usianya yang semakin tua, Sukarno masih memiliki harapan pelestarian Seni Ukir Jepara dapat terus dilakukan. Karena ia seorang guru, maka Sukarno melihat lembaga pendidikan harus menjadi kawah condrodimuko bagi lahirnya senuim,an ukir, pewaris setia budaya bangsa.
Ia kemudian teringat saat mendapatkan penghargaan yang sebagai seniman ukir Jepara yang diserahkan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo di alun-alun Jepara dalam Festival Kartini tahun 2014.
“Karena SMK saat ini menjadi kemenangan Pemerintah Provinsi, semoga beliau bersedia memberikan perhatian terhadap pelestarian seni ukir melalui jenjang SMK. Juga Dirjen Pendidikan Vokasi Kemendikbud RI.,” pinta Sukarno. Saya juga berharap, Bupati Jepara berkenan untuk memberikan perhatian lebih terhadap pelestarian seni ukir. Pemerintah disemua tingkatkan harus hadir dalam pelestarian seni ukir , tambah Sukarno.
Hadepe